Rabu, 31 Desember 2008

Tahun Baru Hijriyah 1430

Tahun Baru Hijriyah 1430

Mengawali hidup ditahun baru sudah selayaknya dilihat sebagai wahana untuk memperbanyak instruspeksi diri, dan melihat serta menghitung sudah seberapa banyak perbuatan baik yang telah kita lakukan, serta perbuatan baik apalagi yang harus dilakukan dimasa yang akan datang. Inilah hakekat yang harus dipahami pada setiap datangnya tahun baru.

Jangan malah sebaliknya, dalam mengawali tahun baru justru dengan perbuatan yang tidak baik, hura-hura, pemborosan dan megadakan kegiatan yang sama sekali tidak bermanfaat. Sepertinya awal tahun baru seolah-olah mirip dengan pesta pora dan berbuat bebas semaunya sendiri, termasuk memperbolehkan perbuatan maksiat bahkan memperbanyak berbuat maksiat. Jika halini yang terjadi maka tahun baru berarti tahun Iblis dan pestanya syetan.

Sesungguhnya harus dirobah budaya dan kebiasaan bahwa tahun baru diisi dengan perbuatan yang sia-sia, semestinya diisi dengan perbuatan yang bermanfaat untuk melestarikan perbuatan baik diatas dunia ini dan memperbanyak mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.

Sungguh memprihatinkan berapa rupiah uang dihambur-hamburkan dengan dibakar melalui kembang api, padahal masih banyak orang disekitar kita yang makan saja kesulitan, banyak anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan disekolah karena tidak mempunyai biaya dan masih banyak lagi bentuk-bentuk kemiskinan.

Seandainya alokasi hura-hura dan pemborosan tahun baru dialokasikan menanggulangi kemiskinan, maka sudah berapa keluarga yang bisa dibantu. Dan generasi bangsa kedepan akan lebih baik dan penuh dengan kebahagiaan yang hakiki.

Kesombongan

Kesombongan

Sombong adalah penyakit hati yang sering menghinggapi kita semua. Benih kesombongan terlalu kerap muncul tanpa kita sadari. Di tingkat pertama, sombong disebabkan oleh faktor materi. Kita merasa lebih kaya, lebih rupawan, dan lebih terhormat daripada orang lain. Di tingkat kedua, sombong disebabkan oleh faktor kecerdasan. Kita merasa lebih pintar, lebih kompeten, dan lebih berwawasan dibanding orang lain. Dan di tingkat ketiga, sombong disebabkan faktor kebaikan. Kita sering menganggap diri kita lebih bermoral, lebih pemurah, dan lebih tulus dibandingkan dengan orang lain.

Yang menarik, semakin tinggi tingkat kesombongan, semakin sulit pula kita mendeteksinya. Sombong karena materi sangat mudah terlihat, namun sombong karena pengetahuan, apalagi sombong karena kebaikan, sulit terdeteksi karena seringkali hanya berbentuk benih-benih halus di dalam batin kita.

Kita sebenarnya terdiri atas dua kutub, yaitu ego di satu kutub dan kesadaran sejati di lain kutub. Pada saat terlahir ke dunia, kita dalam keadaan telanjang dan tak punya apa-apa. Akan tetapi, seiring dengan waktu, kita mulai memupuk berbagai keinginan, nafsu lebih dari sekadar yang kita butuhkan dalam hidup. Keenam indra kita selalu mengatakan bahwa kita memerlukan lebih banyak lagi.

Untuk bisa melawan kesombongan dengan segala bentuknya, ada dua perubahan paradigma yang perlu kita lakukan. Pertama, kita perlu menyadari bahwa pada hakikatnya kita bukanlah makhluk fisik semata, tetapi makhluk spiritual. Kita lahir dengan tangan kosong, dan kita pun akan meninggal dengan tangan kosong. ''Sesungguhnya kami adalah milik Tuhan dan kepada-Nyalah kami kembali.'' (QS Al-Baqarah [2]: 156)

By Republika Newsroom
Senin, 14 Juli 2008 pukul 20:39:00
http://www.republika.co.id/berita/158.html

Doa yang Terkabul

Doa yang Terkabul

Doa adalah ibadah ruhiyah yang dapat berfungsi sebagai sarana interaksi antara seorang hamba dan Penciptanya. Sabda Rasulullah, ''Doa itu adalah ibadah.''Namun, agar doa dikabulkan oleh Allah SWT, ada syarat yang harus dipenuhi.

Pertama, ikhlas dalam berdoa. Kedua, tidak boleh tergesa-gesa (isti'jal) dalam berdoa. Ini sebagaimana sabda Rasulullah, ''Doa seorang hamba masih akan tetap dikabulkan selama tidak berdoa dengan tujuan dosa atau memutus silaturahim dan selama tidak isti'jal.'' Seorang sahabat bertanya, ''Wahai Rasulullah, apa itu isti'jal?'' Beliau menjawab, ''(Yaitu seseorang) mengatakan, 'Saya sudah berdoa tetapi belum juga dikabulkan', lalu ia merasa rugi di saat itu dan ia tinggalkan doanya.'' (HR Muslim, Tirmidzi, dan Abu Daud).

Ketiga, berdoa harus untuk kebaikan. Rasulullah SAW bersabda, ''Doa seorang hamba akan tetap dikabulkan selama tidak berdoa untuk sesuatu dosa atau untuk memutus silaturahim.'' (HR Muslim). Keempat, berdoa harus dengan kehadiran hati. Kata Rasulullah SAW, ''Jika kalian berdoa, memintalah kepada Allah ta'ala. Mintalah dengan disertai keyakinan bahwa permintaan kalian akan dipenuhi (dikabulkan), karena sesungguhnya Allah ta'ala tiada akan mengabulkan doa hamba yang lalai.'' (HR Ahmad).

Kelima, menjaga makanan, minuman, dan pakaian yang halal dan thayyib (baik). Hal ini termasuk syarat terkabulnya doa. Keenam, membaca shalawat Nabi SAW. Hal ini berdasarkan sabda beliau sendiri, ''Setiap doa tertahan hingga diucapkannya shalawat kepada Nabi Muhammad SAW.'' (Hadis shahih dari Al-Jami'us Shaghir: 4399).

Ketujuh, seorang hamba harus selalu berusaha untuk menjalankan apa yang diperintahkan oleh agama dan menjauhi semua larangannya. Allah SWT berfirman, ''Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.'' (Al-Baqarah: 186). Itulah, antara lain, syarat-syarat agar doa kita dikabulkan oleh Allah SWT. Kita harus yakin bahwa Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan doa para hambanya. fif

By Ahmad Fauzan
Kamis, 17 Juli 2008 pukul 13:32:00
http://www.republika.co.id/berita/388.html

Kematian

Kematian

Tidak lama setelah kematian Presiden Nasser secara tiba-tiba, delegasi Mesir berkunjung ke RRC. Dalam suatu audiensi dengan PM Zhou Enlai, petinggi Cina itu menanyakan sebab kematian Nasser. Ketika dijawab bahwa penyebabnya tidak dapat dipisahkan dari kehendak Tuhan, Zhou buru-buru menyergah dengan menyatakan, ''Jangan membawa-bawa Tuhan. Saya jauh lebih tua dan sampai sekarang ini saya sehat-sehat. Apalagi sebagai Presiden dia kan mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik.''

Hasanil Haikal, Menteri Penerangan Mesir pada masa Nasser menulis kisah ini dalam suatu biografi pemimpin besar Mesir itu. Zhou sendiri, yang telah dipersiapkan oleh Ketua Mao Zedong sebagai penggantinya, meninggal hanya beberapa tahun setelah Nasser, yang kemudian memaksa Mao merehabilitir Deng Zioping.

Berbeda dengan paham komunisme, Islam memandang bahwa kematian tidaklah berarti akhir dari perjalanan manusia, tapi awal dari suatu kehidupan yang kekal di akhirat. Alquran mengingatkan kita tentang hari kebangkitan itu dalam ratusan ayat dan sekaligus menepis keraguan tentangnya.

Islam berpendapat manusia adalah mahluk yang terdiri dari jiwa dan raga, atau badan dan ruh. Badan manusia sendiri senyawa materi dan tunduk pada materi. Keberadaannya terbatas pada waktu dan tempat, terpengaruh oleh cuaca - dan sebagaimana ditetapkan Allah suatu hari tubuh atau badan inipun hancur dan binasa. Tetapi tidak demikian dengan jiwa atau ruh.

Karena itulah Islam menegaskan kematian tidaklah berarti kita berhenti maujud. Kematian berarti jiwa manusia - yang tidak dapat musnah - memutuskan ikatannya dengaan tubuh jasmani, dan sekalipun badan itu hancur dengan kematian tapi jiwa melanjutkan kehidupananya sendiri.

''Dan mereka berkata: Apakah bila kami telah lenyap (hancur) di dalam tanah, kami benar-benar akan berada dalam ciptaan yang baru. Bahkan (sebenarnya) mereka ingkar akan menemui Tuhannya''. Katakanlah : ''Malaikat maut yang untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu: kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan'' (As-Sajdah 10-11). Rasulullah SAW sendiri menyatakan, ''Kamu tidaklah mati, namun kamu hanya dipindahkan dari satu tempat tinggal ketempat tinggal yang lain''.

Berdasarkan ayat itu, Islam memberi jaminan bahwa setelah kita mati dan hidup kekal dalam alam barzah - kita akan memperoleh kebahagiaan dan kesenangan apabila dalam hidup di dunia ini kita melakukan amal saleh. Tapi sebaliknya seseorang yang dalam hidupnya melakukan perbuatan-perbuatan jahat akan memperoleh siksa dari Allah.

Jadi, meminjam kata Muhammad Husain Haekal, pengarang sejarah Nabi Muhammad SAW, barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah dan melakukan perbuatan-perbuatan baik, dengan imannya semacam itu, dia tidak pernah merasa takut, termasuk dalam menghadapi kematian. Dan iman semacam inilah yang membuat Nabi dan para sahabatnya tidak pernah gentar dalam situasi apa pun. (ah)

By Republika Newsroom
Senin, 08 September 2008 pukul 08:45:00
http://www.republika.co.id/berita/1817.html

Selasa, 30 Desember 2008

SEBAB-SEBAB TURUNNYA KADAR IMAN

SEBAB-SEBAB TURUNNYA KADAR IMAN

Sebab-sebab dari dalam diri kita sendiri (Internal) :
1. Kebodohan
Kebodohan merupakan pangkal dari berbagai perbuatan buruk. Seseorang berbuat jahat boleh jadi karena ia tak tahu bahwa perbuatan itu dilarang agama, atau ia tidak tahu ancaman dan bahaya yang akan dihadapinya kelak di akhirat, atau ia tidak tahu keperkasaan Sang Maha Kuasa yang mengatur denyut jantungnya, mengatur musibah dan rezekinya.
2. Ketidakpedulian, keengganan dan melupakan
Ketidakpedulian menyebabkan pikiran seseorang diisi dengan hal-hal duniawi yang hanya ia sukai (yang ia pedulikan), sedangkan yang bukan ia sukai tidak diberi tempat dipikirannya. Ini menyebabkan ia tidak ingat (dzikir) pada Allah, sifatnya tidak tulus, tidak punya rasa takut dan malu (kepada Allah), tidak merasa berdosa (tidak perlu tobat), dan bisa jadi ia menjadi sombong karena tidak merasakan pentingnya berbuat rendah hati dan sederhana.
Kengganan seseorang untuk melakukan suatu kebaikan padahal ia tahu hal itu telah diperintahkan Allah, maka ia termasuk orang yang men-zhalimi (melalaikan) dirinya sendiri. Allah akan mengunci hatinya dari jalan yang lurus (al-Kahfi 18:5), dan ia akan menjadi teman syeitan (Thaaha 20:124).
Melupakan kewajiban dan kepatuhan seseorang dalam beribadah berawal dari sifat lalai atau lemah hatinya. Waktu dan energinya harus didorong agar diisi lebih banyak dengan perbuatan amal sholeh, kalau tidak maka kesenangan duniawi akan semakin menguasai dirinya hingga ia semakin jauh dari ingat (dzikir) kepada Allah.
3. Menyepelekan dan melakukan perbuatan dosa
Awal dari perbuatan dosa adalah sikap menyepelekan (tidak patuh terhadap) perintah dan larangan Allah. Perbuatan dosa umumnya dilakukan secara bertahap, misalnya dimulai dari zinah pandangan mata yang dianggap dosa kecil kemudian berkembang menjadi zinah tubuh. Dosa-dosa kecil yang disepelekan merupakan proses pendidikan jahat (pembiasaan) untuk menyepelekan dosa-dosa besar. Karena itu basmilah dosa-dosa kecil selagi belum tumbuh menjadi dosa besar.
4. Jiwa yang selalu memerintahkan berbuat jahat
Ibnul Qayyim Al Jauziyyah mengatakan, Allah menggabungkan dua jiwa, yakni jiwa jahat dan jiwa yang tenang sekaligus dalam diri manusia, dan mereka saling bermusuhan dalam diri seorang manusia. Disaat salah satu melemah, maka yang lain menguat. Perang antar keduanya berlangsung terus hingga si empunya jiwa meninggal dunia. Adalah sungguh merugi orang-orang yang jiwa jahatnya menguasai tubuhnya. Seperti sabda Rasulullah, “..barang siapa yang diberi petunjuk Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang disesatkannya maka tidak ada seorangpun yang dapat memberinya petunjuk”. Sifat lalai, tidak mau belajar agama, sombong dan tidak peduli merupakan beberapa cara untuk membiarkan jiwa jahat dalam tubuh kita berkuasa. Sedangkan sifat rendah hati, mau belajar, mau melakukan instropeksi (muhasabah) merupakan cara untuk memperkuat jiwa kebaikan (jiwa tenang) yang ada dalam tubuh kita.
Sebab-sebab dari luar diri kita (External) :
1. Syaitan
Syaitan adalah musuh manusia. Tujuan syaitan adalah untuk merusak keimanan orang. Siapa saja yang tidak membentengi dirinya dengan selalu mengingat Allah maka ia menjadi sarang syaitan, menjerumuskannya dalam kesesatan, ketidak patuhan terhadap Allah, membujuknya melakukan dosa.
2. Bujukan dan rayuan dunia
Allah SWT berfirman : “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”. (QS, al-Hadiid 57:20).
Tujuan hidup manusia seluruhnya untuk akhirat. Apapun kegiatan dunia yang kita lakukan, seperti mencari nafkah, menonton TV, bertemu teman dan keluarga, seharusnya semua itu ditujukan untuk meraih pahala akhirat. Tidak secuilpun dari kegiatan duniawi boleh dilepaskan dari aturan main yang diperintahkan atau dilarang Allah. Ibnul Qayyim mengibaratkan hati sebagai suatu wadah bagi tujuan hidup manusia (akhirat dan duniawi) dengan kapasitas (daya tampung) tertentu. Ketika tujuan duniawi tumbuh maka ia akan mengurangi porsi tujuan akhirat. Ketika porsi tujuan akhirat bertambah maka porsi tujuan duniawi berkurang. Dalam situasi dimana tujuan dunia menguasai hati kita maka hanya tersisa sedikit porsi akhirat di hati kita, dan inilah awal dari menurunnya keimanan kita.
3. Pergaulan yang buruk
Rasulullah bersabda : “Seseorang itu terletak pada agama teman dekatnya, sehingga masing-masing kamu sebaiknya melihat kepada siapa dia mengambil teman dekatnya” (HR Tirmidzi, Abu Dawud, al-Hakim, al-Baghawi).
Seorang teman yang sholeh selalu memperhatikan perintah dan larangan Allah, karenanya ia selalu mengajak siapa saja orang disekitarnya untuk menuju kepada kebaikan dan mengingatkan mereka bila mendekati kemungkaran. Teman dan sahabat yang sholeh sangat penting kita miliki di zaman kini dimana pergaulan manusia sudah sangat bebas dan tidak lagi memperhatikan nilai-nilai agama Islam. Berada diantara teman-teman yang sholeh akan membuat seorang wanita tidak merasa asing bila mengenakan jilbab. Demikian pula seorang pria bisa merasa bersalah bila ia membicarakan aurat wanita diantara orang-orang sholeh. Sebaliknya berada diantara orang-orang yang tidak sholeh atau berperilaku buruk menjadikan kita dipandang aneh bila berjilbab atau bahkan ketika hendak melakukan sholat.
Menaikkan kadar iman bukanlah suatu pekerjaan mudah, karena begitu banyak usaha (menuntut ilmu, amalan-amalan) yang harus kita lakukan disamping godaan (syaitan, duniawi) yang akan kita hadapi. Paling tidak kita termasuk orang-orang yang lebih beruntung dibanding orang lain yang belum sempat mengetahui “sebab-sebab naik-turunnya iman” dalam tulisan ini. Mari kita ingatkan teman-teman kita dengan menyebarkan tulisan ini.

Ditulis pada 27 Desember 2008 oleh tarbawionthemove
(Tulisan ini merupakan pindahan dari blog lama tarbawi di blogspot)
Sumber :
1. Sebab-sebab Naik Turunnya Iman, oleh Syaikh Abdur Razzaaq al-Abbaad
2. Asma’ul Husna, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
3. Penawar Hati yang Sakit, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah

http://tarbawionthemove.wordpress.com/2008/12/27/sebab-sebab-turunnya-kadar-iman/

Pengaruh Tahajjud terhadap kesehatan

Pengaruh Tahajjud terhadap kesehatan

Sholat Tahajjud ternyata tak hanya membuat seseorang yang melakukannya mendapatkan tempat (maqam) terpuji disisi Allah (Qs Al-Isra:79) tapi juga sangat penting bagi dunia kedokteran. Menurut hasil penelitian Dr. Mohammad Sholeh, dosen IAIN Surabaya, salah satu shalat sunnah itu bisa membebaskan seseorang dari serangan infeksi dan penyakit kanker.

Tidak percaya?

"Cobalah Anda rajin-rajin sholat tahajjud. Jika anda melakukannya secara rutin, benar, khusuk, dan ikhlas, niscaya anda terbebas dari infeksi dan kanker", ucap Sholeh. Ayah dua anak itu bukan "tukang obat" jalanan. Dia melontarkan pernyataannya itu dalam desertasinya yang berjudul "Pengaruh Sholat tahajjud terhadap peningkatan Perubahan Respons Ketahanan Tubuh Imonologik: Suatu Pendekatan Psiko-neuroimunologi". Dengan desertasi itu, Sholeh berhasil meraih gelar doktor dalam bidang ilmu kedokteran pada Program Pasca Sarjana Universitas Surabaya, yang dipertahankannya Selasa pekan lalu.

Selama ini, menurut Sholeh, tahajjud dinilai hanya merupakan ibadah salat tambahan atau sholat sunah. Padahal jika dilakukan secara kontinue, tepat gerakannya, khusuk dan ikhlas, secara medis sholat itu menumbuhkan respons ketahanan tubuh(imonologi)khususnya pada imonoglobin M, G, A dan imfosit-nya yang berupa persepsi dan motivasi positif, serta dapat mengefektifkan kemampuan individu untuk menanggulangi masalah yang dihadapi. (coping). Sholat tahajjud yang dimaksudkan Sholeh bukan sekedar menggugurkan status sholat yang muakkadah (Sunah mendekati wajib). Ia menitik beratkan pada sisi rutinitas sholat, ketepatan gerakan, kekhusukan, dan keikhlasan. Selama ini, kata dia, ulama melihat masalah ikhlas ini sebagai persoalan mental psikis. Namun sebetulnya soal ini dapat dibuktikan dengan tekhnologi kedokteran. Ikhlas yang selama ini dipandang sebagai misteri, dapat dibuktikan secara kuantitatif melalui sekresi hormon kortisol.

Parameternya, lanjut Sholeh, bisa diukur dengan kondisi tubuh. Pada kondisi normal, jumlah hormon kortisol pada pagi hari normalnya antara 38-690 nmol/liter. Sedang pada malam hari-atau setelah pukul 24:00- normalnya antara 69-345 nmol/liter. "Kalau jumlah hormon kortisolnya normal, bisa diindikasikan orang itu tidak ikhlas karena tertekan. Begitu sebaliknya". Ujarnya seraya menegaskan temuannya ini yang membantah paradigma lama yang menganggap ajaran agama (Islam) semata-mata dogma atau doktrin.

Sholeh mendasarkan temuannya itu melalui satu penelitian terhadap 41 responden siswa SMU Luqman Hakim Pondok Pesantren Hidayatullah, Surabaya. Dari 41 siswa itu, hanya 23 yang sanggup bertahan menjalankan sholat tahajjud selama sebulan penuh. Setelah diuji lagi, tinggal 19 siswa yang bertahan sholat tahajjud selama dua bulan. Sholat dimulai pukul 02-00-3:30 sebanyak 11* rakaat, masing-masing dua rakaat empat kali salam plus tiga rakaat. Selanjutnya, hormone kortisol mereka diukur di tiga laboratorium di Surabaya (paramita, Prodia dan Klinika) Hasilnya, ditemukan bahwa kondisi tubuh seseorang yang rajin bertahajjud secara ikhlas berbeda jauh dengan orang yang tidak melakukan tahajjud. Mereka yang rajin dan ikhlas bertahajjud memiliki ketahanan tubuh dan kemampuan individual untuk menaggulangi masalah-masalah yang dihadapi dengan stabil.

"jadi sholat tahajjud selain bernilai ibadah, juga sekaligus sarat dengan muatan psikologis yang dapat mempengaruhi kontrol kognisi. Dengan cara memperbaiki persepsi dan motivasi positif dan coping yang efektif, emosi yang positif dapat menghindarkan seseorang dari stress." Nah, menurut Sholeh, orang stress itu biasanya rentan sekali terhadap penyakit kanker dan infeksi. Dengan sholat tahajjud yang dilakukan secara rutin dan disertai perasaan ikhlas serta tidak terpaksa, seseorang akan memiliki respons imun yang baik, yang kemungkinan besar akan terhindar dari penyakit infeksi dan kanker. Dan, berdasarkan hitungan tekhnik medis menunjukan, sholat tahajjud yang dilakukan seperti itu membuat orang mempunyai ketahanan tubuh yang baik.

"Maka dirikanlah Shalat karena Tuhanmu dan Berkurbanlah" (Q.S. Al-Kautsar:2) Sebuah bukti bahwa keterbatasan otak manusia tidak mampu mengetahui semua rahasia atas rahmat, nikmat, anugrah yang diberikan oleh ALLAH kepadanya. Haruskah kita menunggu untuk bisa masuk diakal kita ???????

Seorang Doktor di Amerika telah memeluk Islam karena beberapa keajaiban yang ditemuinya di dalam penyelidikannya. Ia amat kagum dengan penemuan tersebut sehingga tidak dapat diterima oleh akal fikiran. Dia adalah seorang Doktor Neurologi. Setelah memeluk Islam dia amat yakin pengobatan secara Islam dan oleh sebab itu itu telah membuka sebuah klinik yang bernama "Pengobatan Melalui Al Quran" Kajian pengobatan melalui Al-Quran menggunakan obat-obatan yang digunakan seperti yang terdapat didalam Al-Quran. Di antara berpuasa, madu, biji hitam (Jadam) dan sebagainya.

Ketika ditanya bagaimana dia tertarik untuk memeluk Islam maka Doktor tersebut memberitahu bahwa sewaktu kajian saraf yang dilakukan, terdapat beberapa urat saraf di dalam otak manusia ini tidak dimasuki oleh darah. Padahal setiap inci otak manusia memerlukan darah yang cukup untuk berfungsi secara yang lebih normal.

Setelah membuat kajian yang memakan waktu akkhirnya dia menemukan bahwa darah tidak akan memasuki urat saraf di dalam otak tersebut melainkan ketika seseorang tersebut bersembahyang yaitu ketika sujud. Urat tersebut memerlukan darah untuk beberapa saat tertentu saja.

Ini artinya darah akan memasuki bagian urat tersebut mengikut kadar sembahyang waktu yang di ajibkan oleh Islam. Begitulah keagungan ciptaan Allah. Jadi barang siapa yang tidak menunaikan sembahyang maka otak tidak dapat menerima darah yang secukupnya untuk berfungsi secara normal. Oleh karena itu kejadian manusia ini sebenarnya adalah untuk menganut agama Islam "sepenuhnya" karena sifat fitrah kejadiannya memang telah dikaitkan oleh Allah dengan agamanya yang indah ini.

Kesimpulannya :
Makhluk Allah yang bergelar manusia yang tidak bersembahyang apalagi bukan yang beragama Islam walaupun akal mereka berfungsi secara normal tetapi sebenarnya di dalam sesuatu keadaan mereka akan hilang pertimbangan di dalam membuat keputusan secara normal.

Justru itu tidak heranlah manusia ini kadang-kadang tidak segan-segan untuk melakukan hal hal yang bertentangan dengan fitrah kejadiannya walaupun akal mereka mengetahui perkara yang akan dilakukan tersebut adalah tidak sesuai dengan kehendak mereka karena otak tidak bisa! untuk mempertimbangkan secara lebih normal. Maka tidak heranlah timbul bermacam-macam gejala-gejala sosial Masyarakat saat ini.

Wallahu a'lam

Monday, November 3, 2008
Diposting oleh Kisanak di 4:01 AM Label: Wawasan
http://ge-em.blogspot.com/2008/11/pengaruh-tahajjud-terhadap-kesehatan.html

Senin, 29 Desember 2008

DOA ANAK SHOLEH

DOA ANAK SHOLEH

Dalam agama Islam diajarkan bahwa ada tiga amalan yang akan terus mengalir pahalanya walau pemiliknya telah tinggalkan dunia fana yaitu ;
1.ilmu yang bermanfaat
2.amal jariyah dan
3.doa anak sholeh

Ini bermakna bahwa orang tua diminta untuk mendidik anaknya agar menjadi anak yang sholeh yang kelak diharapkan akan terus mendoakan orang tuanya. Pesan dari ajaran tersebut adalah pesan tentang pendidikan, pendidikan kepada anak, yang ganjarannya begitu menggiurkan karena pahalanya akan terus mengalir meski kita sudah meninggal.

Ada sebuah doa yang dikenal dengan nama ‘Doa Anak Sholeh’ dan yang diajarkan oleh hampir semua orang tua muslim kepada anak-anak mereka dengan harapan agar anak-anak mereka mau mendoakan mereka dengan doa ini. Begini bunyinya :
“ROBBIGHFIRLII WALIWAALIDAYYA WARHAMHUMAA KAMAA ROBBAYAANII SHOGHIIROO”
Artinya dalam Bahasa Indonesia : “ Ya Tuhanku, ampunilah dosaku dan dosa ayah ibuku, sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku sewaktu aku masih kecil ”
Doa ini begitu populernya sehingga hampir semua anak di sekolah hafal dengan doa ini. Doa ini juga cukup pendek dan sangat mudah dihafalkan oleh anak-anak. Dalam jangka waktu singkat anak balita bisa mengingat dan menghafalnya. Akan sungguh mengggemaskan jika kita mendengar anak balita yang masih cedal membacakan doa ini. Kalau anak kita bisa membaca doa ini rasanya hati orang tua langsung ‘mak nyes’, adem dan bahagia!
Meski kita berusaha mengajarkan doa ini kepada anak-anak kita, pernahkah kita benar-benar memperhatikan dan memahami makna dari doa ini? Sebagai seorang pendidik saya sungguh takjub dengan pesan yang hendak disampaikan oleh doa ini. Coba perhatikan kalimatnya baik-baik dan pikirkan mengapa doanya seperti itu. Mengapa anak-anak kita diminta untuk berdoa agar orang tuanya disayangi ‘sebagaimana mereka menyayangiku sewaktu aku masih kecil’? Mengapa redaksinya bukan ‘sebagaimana mereka menyayangiku selama ini’, umpamanya. Mengapa justru ditekankan ‘sewaktu aku masih kecil’? Apakah doa ini hanya berlaku bagi anak yang masih kecil saja dan jika sudah lebih dewasa maka redaksinya akan diubah menjadi. :”Sewaktu aku ABG, atau sewaktu dewasa’, umpamanya? Tidak. Doa itu redaksinya tidak berubah redaksinya meski kita mendoakan orang tua kita ketika kita sendiri telah tua. Redaksinya tidak berubah dan tidak perlu diubah.
Lantas mengapa begitu redaksinya?
Menurut saya, doa ini mengandung pesan pendidikan yang sungguh dalam bagi para orang tua. Jadi sebenarnya doa ini memang pesannya UNTUK ORANG TUA dan bukan untuk si anak. Melalui doa ini terkandung pesan untuk meminta agar orang tua mendidik dan menyayangi anaknya dengan sebaik-baiknya, khususnya SEWAKTU KECIL. Para orang tua diminta untuk mencurahkan kasih sayangnya sepenuh-penuhnya kepada anaknya sewaktu kecil karena sewaktu kecil itulah anak-anak kita membutuhkan kasih sayang yang tak terhingga sebagai bekal bagi mereka mengarungi hidup sewaktu besar nantinya. Dengan kasih sayang yang berlimpah dan pendidikan yang baik pada waktu kecil (bukan berarti memanjakannya) maka sang anak akan punya fondasi mental dan spiritual yang kuat dalam menghadapi hidup mereka di masa dewasa nantinya. Dengan doa ini seolah hendak dikatakan kepada para orang tua,:”Wahai para orang tua, sayangilah anak-anakmu sebaik-baiknya pada saat mereka masih kecil. Berikan semua yang terbaik darimu kepada anak-anakmu ketika mereka masih kecil. Janganlah sampai mereka mendapati hal yang buruk dan tidak baik darimu ketika mereka masih kecil. Janganlah sampai engkau menunjukkan sikap kasar, keras dan kejammu pada anakmu waktu masih kecil karena Tuhanmu akan mengganjarmu sesuai dengan perbuatanmu pada anakmu ketika masih kecil (dan bukan pada masa yang lain)”
Secara alami orang tua memang sangat menyayangi anak-anak mereka ketika masih kecil. Itu masa-masa ketika orang tua sangat menyayangi dan melindungi anak-anak mereka. Mereka melimpahinya dengan berbagai pujian dan hadiah. Pelukan dan ciuman datang tak henti-hentinya. Kata-kata lembut dan panggilan sayang berhamburan. Rasanya apa saja yang diminta oleh anak sewaktu ia masih kecil segera dituruti dan diusahakan dengan sungguh-sungguh. Para orang tua biasanya menolerir semua kesalahan anak-anak mereka dan tidak marah meskipun anak memecahkan barang orang tua yang paling disayangi.
Hal ini tentu berbeda dengan ketika anak sudah cukup besar. Pada saat itu orang tua sudah mulai kurang toleran. Pujian semakin berkurang dan hukuman semakin banyak. Raut muka dan tutur kata sudah mulai berubah. Pendek kata kasih sayang orang tua sudah berbeda dengan ketika anak masih kecil. Itulah sebabnya doa tersebut menyebutkan secara spesifik WAKTU TERINDAH dalam hubungan anak dan orang tua, yaitu ‘sewaktu masih kecil’. Orang tua akan dimintakan ganjaran kepada Tuhan pengampunan dosa dan balasan kasih sayang yang terbaik dari Allah sebagaimana mereka melakukan hal yang terbaik kepada anak mereka sewaktu mereka masih kecil.
Jadi dengan redaksi doa itu kita sebenarnya diminta untuk menyayangi anak-anak kita ‘habis-habisan’ ketika mereka masih kecil karena upaya kita pada saat itulah yang akan menjadi perhitungan untuk balasannya dari Allah kelak. Hal itu juga sesuai dengan kebutuhan anak yang memerlukan kasih sayang yang berlimpah ketika masih kecil karena mereka benar-benar masih sangat bergantung pada orang tua pada saat itu. Hal itu juga sesuai dengan fitrahnya orang tua yang masih benar-benar ‘all-out’ dalam menyayangi anaknya ketika masih kecil. Doa itu memang mengandung pesan pendidikan luar biasa!
Jadi jika Anda masih punya anak kecil yang akan Anda jari doa tersebut jangan lupa bahwa doa itu sebenarnya pesan dari Tuhan kepada Anda. Berikan yang terbaik dan terindah dari Anda kepada anak-anak Anda yang masih kecil tersebut. Dengan demikian doa mereka akan sungguh-sungguh dan menghasilkan buah pahala yang tidak putus-putusnya.
Balikpapan 12 Desember 2008
Satria Dharma
1. One Response to “DOA ANAK SHOLEH”
2. By satriadharma on Dec 18, 2008 | Reply
Dari Kang Adriano Rusfi di milis CFBE :
Kang, doa ini luar biasa. Saya hanya akan menambahkan beberapa catatan.
Pertama, kata “RABBAYAANI” artinya “mereka berdua telah menddidik aku”. Terjemahan “menyayangiku” sebenarnya kurang tepat, karena RABBA adalah akar dari kata TARBIYYAH (pendidikan) . Jadi sekadar menyayangi saja tak cukup.
Kedua, doa ini bersyarat. Dia bukan gratis tanpa syarat untuk seluruh orang tua, karena ada kata “KAMA”. Artinya, orangtua yang tidak mendidik anak diwaktu kecil tak akan mendapatkan doa ini.
Ketiga, kata “rabbayaa” artinya “kedua ayah dan ibu”. Artinya, jika ayah tak terlibat dalam pendidikan anak secara signifikan dengan alasan sibuk mencari nafkah, maka ayah harus siap-siap gigit jari nggak kebagian doa ini.
Keempat, pendidikan itu akan efektif jika dilakukan diwaktu kecil (shaghir). Kalau mendidik anak ketika sudah besar, telat. Dan hanya bagi yang mendidik anak diwaktu kecil doa ini akan dia dapatkan.
Wassalam,
Aad

December 12th, 2008 Oleh: Satria Dharma
http://satriadharma.com/index.php/2008/12/12/doa-anak-sholeh/

Ibu Bapa Yang Sholeh Dan Kesannya

Ibu Bapa Yang Sholeh Dan Kesannya

Peribadi yang baik dan soleh adalah merupakan tauladan yang terbaik buat anak-anak yang berada di bawah jagaan mereka. Ini terlaksana antaranya apabila kedua orang tua mempunyai disiplin dan keperibadian yang bertaqwa kepada Allah dengan mengikuti panduan yang ditunjukkan oleh-Nya di samping senantiasa bekerjasama bagi melaksanakan tugas dalam mendidik dengan baik.

Ini juga dapat dilihat melalui firman Allah s.w.t. (yang maksudnya):

“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga ‘Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing), (sebagai) satu keturunan yang sebahagiannya (mewarisi) dari yang lain. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Ali Imran, 3: 34)

Sheikh Abdur Rahman as-Sa’di berkomentar, “Dan Allah menyebutkan keluarga-keluarga besar tersebut dan apa yang di dalamnya berupa manusia-manusia yang agung yang memiliki sifat-sifat kesempurnaan, dan bahawasanya keutamaan dan kebaikan itu telah diwariskan secara turun temurun oleh anak-cucu mereka, yang mencakupi lelaki dan wanita. Ini adalah merupakan kurniaan yang paling utama dan tempat kemurahan dan kebaikan-Nya yang paling utama. (Tafsir as-Sa’di (Judul Asli: Taisir al-Karim al-Rahman fii Tafsir Kalam al-Mannan), jil. 1, m/s. 487)

Kesan daripada Ibu bapa yang bertaqwa dan sholeh, para malaikat juga turut mendoakan buat mereka kebaikan dan memohonkan syurga buat anak-anak yang memiliki ibu bapa yang sholeh. Ini dapat dilihat dari firman Allah s.w.t. berikut (maksudnya):

“Ya Rabb kami, masukkanlah mereka ke dalam Syurga Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan orang-orang yang sholeh di antara bapak-bapak mereka, dan isteri-isteri mereka serta keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkau Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (al-Mukmin, 40:

Malah, suatu anugerah dari Allah s.w.t., seandainya anak-anak cucu yang tersebut lahir dan hidup dalam keadaan yang penuh taqwa dan keimanan, taat kepada Allah s.w.t., maka Allah juga turut menyatakan bahwa kelak nanti di Syurga, Allah akan mempertemukan mereka.

Allah s.w.t. berfirman (maksudnya): “Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (ath-Thuur, 52: 21)

Anak-Anak Yang Sholeh Akan Mendoakan Ibu Bapanya

Memiliki anak yang sholeh adalah merupakan sebahagian kurnia yang sangat bermakna bermula dari dunia sehinggalah meninggal dunia. Ini terlaksana melalui kepribadiannya yang senantiasa merendah diri menjaga akhlak kepada ibu bapa atau orang tua, sekaligus mendoakan kebaikan buat kedua ibu dan bapanya tidak kira semasa hayatnya maupun setelah meninggal dunia. Ini dilihat dari firman Allah s.w.t. yang maksudnya,

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat.” (al-Isra’, 17: 24-25)

“Dan dia berdoa: “Ya Tuhanku berilah aku petunjuk untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.” (an-Naml, 27: 19)

Juga melalui hadis Nabi s.a.w., kita dikhabarkan bahwa doa dan amalan anak-anak yang sholeh itu sentiasa memberi kesan yang baik kepada kedua orang tuanya walaupun orang tuanya telah meninggal dunia.

“Apabila seseorang manusia itu mati, terputuslah daripadanya segala amalan melainkan tiga perkara: 1 – Sedekah Jariah, 2 – Ilmu yang bermanfaat, dan 3 – Anak soleh yang mendoakannya.” (Hadis Riwayat Muslim, Kitab Wasiat, Hadis no. 14. Dan Abu Daud, Kitab Wasiat, no. 3880)

Monday, December 15, 2008
Dikirim oleh mohd masri di Mei 21, 2008
http://inspirasihumaira.blogspot.com/2008/12/ibu-bapa-yang-sholeh-dan-kesannya.html

Minggu, 28 Desember 2008

Mengatasi Keresahan

Mengatasi Keresahan

''Yang menyebabkan timbulnya huru-hara dalam hati sanubari manusia itu adalah dosa-dosa yang dilakukan.'' (Hadis Rasulullah saw). Dalam menjalani kehidupan di zaman yang serba modern sekarang ini, tidak sedikit manusia yang sering merasa gelisah dan resah. Sikap dan perasaan itu boleh jadi diakibatkan oleh banyaknya perbuatan dosa dan durhaka kepada Allah swt. Begitulah Rasulullah saw melalui sabdanya memberi petunjuk. Mengarungi kehidupan modern tanpa diimbangi dengan iman yang kuat, tidak jarang mendorong seseorang dengan mudah melakukan perbuatan-perbuatan yang negatif. Tanpa bekal iman yang mantap, seseorang dengan mudah terbawa dan tergoda oleh arus kebudayaan yang bertentangan dengan ajaran Islam, sehingga akan mengakibatkan hidupnya tidak tenteram dan hatinya selalu gelisah. Dalam kaitan ini, Allah swt telah menjelaskan, ''Sesungguhnya manusia itu diciptakan bersifat keluh kesah serta kikir. Apabila ditimpa kesusahan, ia gelisah.'' (QS Al-Ma'arij: 19-20).

Bila keresahan hidup ini dibiarkan terus menerus, maka akan mempengaruhi kesehatan jasmani dan mengakibatkan penderitaan yang berkepanjangan. Tidak sedikit pasien yang datang ke dokter untuk berobat karena merasa dirinya sakit, padahal setelah diperiksa ternyata tidak ditemukan adanya suatu penyakit. Sebenarnya, penyakit yang dideritanya itu bukan penyakit jasmani, melainkan suatu penyakit rohani yang mengganggu perasaan hati dan pikirannya.

Dalam kaitan ini, Rasulullah saw telah memberi petunjuk. Kata Beliau, ''Sesungguh Allah tidak akan menurunkan sesuatu penyakit melainkan menurunkan pula obatnya, maka berobatlah.'' (HR An-Nasaai). Obat yang terbaik untuk mengatasi keresahan hidup ialah dengan meningkatkan iman dan takwa kepada Allah swt. Melaksanakan segala titah dan perintah-Nya, menjauhi segala larangan-Nya, menjalankan ibadah dengan tertib dan baik, serta memperbanyak amal saleh dan selalu mengingat (zikir) Allah swt. Allah berfirman, ''Orang-orang yang beriman, hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah (zikrullah). Ketahuilah, hanya dengan mengingat Allah hati merasa tenteram.'' (QS Al-Ra'd: 28).

Dalam ayat tadi, Allah menjelaskan bahwa orang yang mendapat tuntunan-Nya adalah orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram karena selalu mengingat Allah. Mereka tidak merasa gelisah dan tidak pula merasa takut. Semoga perbuatan dan perilaku kita senantiasa dihiasi iman yang kuat. Dengan demikian, kita tidak akan pernah mudah tergoda dengan bujuk rayu kehidupan modern yang nisbi ini, yang hanya bertujuan untuk mencelakakan dan menjerumuskan kita ke dalam penyesalan. - ah

By HM Syureich
Selasa, 23 Desember 2008 pukul 09:58:00
http://www.republika.co.id/berita/22110.html

Menyambut 1 Muharam

Menyambut 1 Muharam

Satu Muharam atau Tahun Baru Hijriyah ditandai dengan pindahnya Nabi Muhammad saw dari Mekah ke Madinah, 1429 tahun silam. Di samping itu, setiap Tahun Baru Hijriyah didahului oleh dua peristiwa penting, yaitu satu Syawal sebagai akhir puasa ('Idul Fitri) dan 10 Zulhijah pelaksanaan ibadah haji ('Idul Adha). Baik 'Idul Fitri maupun 'Idul Adha kalau diamati lebih dalam memiliki makna dan hubungan yang erat dengan satu Muharam.

Seseorang yang akan pindah, selayaknyalah dia mempersiapkan bekal. Pindah untuk satu tahun ke depan, tentu dia dituntut lebih siap lagi. Bekal yang diwajibkan Allah untuk persiapan satu tahun adalah ibadah puasa dan haji. Ibadah puasa bertujuan agar kita mampu mengendalikan hawa nafsu, sedangkan ibadah haji untuk melawan dan menundukkan godaan setan.

Puasa memang dikhususkan untuk mengendalikan hawa nafsu. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis, ''Pada bulan puasa setan-setan diikat, sedangkan pintu-pintu sorga dibuka.'' (H.R. Bukhari). Allah mengikat setan selama bulan puasa agar seseorang memusatkan dirinya mengendalikan hawa nafsu yang berasal dari dalam dirinya, yaitu nafsu perut dan seks.

Setelah selesai mengendalikan hawa nafsu, kita dituntut untuk menghadapi dan bahkan melenyapkan musuh yang berasal dari luar, yaitu godaan setan. Kendati godaan setan dan nafsu sama-sama tidak tampak, keduanya berbeda dalam cara dan tujuan. Setan tidak puas hanya dengan satu cara. Kalau gagal dengan satu cara, dia mencari jalan lain agar berhasil. Dan kalau sudah berhasil, dia berusaha agar hasil godaan itu semakin maksimal.

Berbeda halnya dengan nafsu. Jika sudah terpenuhi permintaannya, nafsu tidak menuntut yang lebih besar lagi. Seseorang yang lapar, umpamanya, dia hanya membutuhkan sepiring nasi dan ketika membutuhkan seks, dia perlu seorang pasangan.

Cara untuk melawan godaan setan tidak dengan berpuasa, tetapi dengan ibadah haji. Salah satu wajib haji adalah melempar jumrah di Mina. Setan berada di luar diri kita. Karena itu, kita perlu mempersiapkan senjata untuk melawannya, yaitu batu. Dalam puasa, kita dituntut untuk mengendalikan hawa nafsu bukan melenyapkannya. Tapi, pada saat haji, kita dituntut untuk mengalahkan setan dan sekaligus melenyapkannya. Mengendalikan hawa nafsu diwajibkan setiap tahun, sedangkan memerangi setan hanya sekali seumur hidup.

Setelah keduanya dapat ditaklukkan, berarti kita sudah siap hijrah ke tahun berikutnya. Dengan demikian, ketika menyambut satu Muharam 1430 H, kita memulai kegiatan dengan bekal yang matang, program yang jelas, dan penuh dengan rasa percaya diri.

Sungguh maha bijak Tuhan yang mengatur urutan-urutan itu, yakni perintah haji setelah puasa dan Hijrah setelah puasa dan haji. Namun, maknanya, tentu lebih berbahagia orang-orang yang membekali dirinya dengan kebijakan tersebut, yaitu pengendalian nafsu dan tahan akan godaan setan. - ah

By Amsal Bakhtiar, MA
Minggu, 28 Desember 2008 pukul 06:01:00
http://www.republika.co.id/berita/22972.html

Rabu, 24 Desember 2008

Assalamu alikum (Peace be upon you)

Assalamu alikum (Peace be upon you)

One of your family members who has recently became Muslim, or a Muslim friend has asked us to contact you with an invitation to spend some time at our site www.MuslimBridges.org.
Our goal is to build bridges and work together to spread the peace. You will find on this site answers to your questions about Islam. You will discover the beauty of Islam and hopefully you will join us to say No to hate crimes and No to islamophobia.
Once you visit our site, you may find that we have more in common than you think. Get our perspective on issues that concern all of us, including family values, human rights, the environment, and current topics like Stem Cell Research. You will see how Islam address racisms, addictions, and the causes for divorces.
Get to know more about the American Muslims who are around you everywhere. You maybe surprised to know that more of your friends, neighbors, perhaps the pediatricians for the children in your family, and the engineers who built many of our amusement parks and malls, even the tallest building in the US (Chicago Sears Tower) are American Muslims.
Let's get to know each other and with more understanding and compassion, we can make our world a better place for us all. Please visit www.MuslimBridges.org.
This is a single email invitation. You are not on a mailing list, but if you wish to reply to us, please do not use the above email, rather, visit our site and send us any message by clicking on "Contact us".
Thank you, Assalamu alikum.

http://www.muslimbridges.org/content/view/319/

Jumat, 19 Desember 2008

Ada Semangat dalam Ramadhan

Ada Semangat dalam Ramadhan

Suatu ketika, seorang alim diundang berburu. Sang alim hanya dipinjami kuda
yang lambat oleh tuan rumah. Tak lama kemudian, hujan turun dengan derasnya.
Semua kuda dipacu dengan cepatnya agar segera kembali ke rumah. Tapi kuda
sang alim berjalan lambat. Sang alim kemudian melepas bajunya, melipat dan
menyimpannya, lalu membawa kudanya ke rumah. Setelah hujan berhenti,
dipakainya kembali bajunya. Semua orang takjub melihat bajunya yang kering,
sementara baju mereka semuanya basah, padahal kuda yang mereka tunggangi
lebih cepat.
Dengan perasaan heran, tuan rumah bertanya kepada sang alim, "Mengapa bajumu
tetap kering?" "Masalahnya kamu berorientasi pada kuda, bukan pada baju,"
jawab sang alim ringan sambil berlalu meninggalkan tuan rumah.
Dalam perjalanan hidup, kadangkala kita mengalami kesalahan orientasi
(persepsi) seperti tuan rumah dalam cerita di atas. Kita menginginkan
sesuatu namun tidak memiliki orientasi seperti yang diinginkan, sehingga
akhirnya kita tidak mendapatkan apa yang diinginkan.
Begitu pula dalam menjalankan ibadah Ramadhan. Banyak orang yang
menginginkan ibadahnya di bulan Ramadhan dapat merubah dirinya menjadi lebih
baik. Namun setelah Ramadhan, ternyata sifat dan perilakunya kembali seperti
semula. Tak berubah secara signifikan. Ia hanya mendapatkan lapar dan haus.
Persis seperti yang disabdakan Nabi saw, "Betapa banyak orang yang berpuasa,
tetapi ia tidak mendapatkan apa pun, kecuali lapar dan haus."
Hal itu karena orientasinya keliru. Ia tidak tahu hikmah di balik keagungan
bulan Ramadhan. Salah satu dari sekian banyak hikmah Ramadhan yang sering
dilupakan orang adalah fungsinya sebagai pembangkit semangat hidup. Ramadhan
sesungguhnya adalah bulan motivasi (syahrul hamasah). Ramadhan semestinya
mampu menjadikan setiap muslim yang beribadah di dalamnya menjadi
termotivasi hidupnya.
Coba kita lihat apa yang terjadi pada diri nenek moyang kita (para sahabat
dan ulama sholihin) setelah ditempa Ramadhan. Mereka menjadikan Ramadhan
sebagai ajang pembakaran semangat yang membara. Sejarah mencatat dengan
tinta emas sepak terjang mereka yang produktif. Banyak orang yang tak tahu,
karena memiliki motivasi yang tinggi, umat Islam terdahulu menjadi penguasa
dunia selama lebih kurang 14 abad. Lebih lama daripada kejayaan Eropa.
Apalagi dari Amerika yang baru berjaya di akhir abad ini.
Kejayaan Islam yang demikian lama di masa lalu tak bisa dipisahkan dari
semangat nenek moyang kita untuk selalu bersemangat dan produktif dalam
berkarya. Beberapa contoh bisa disebutkan di sini. Ibnu Jarir, misalnya,
mampu menulis 14 halaman dalam sehari selama 72 tahun. Ibnu Taymiyah menulis
200 buku sepanjang hidupnya. Imam Ghazali adalah peneliti di bidang tasawuf,
politik, ekonomi dan budaya sekaligus. Al-Alusi mengajar 24 pelajaran dalam
sehari. Sedang Jabir bin Abdullah rela menempuh perjalanan selama satu bulan
demi mendapatkan satu riwayat hadits. Fatimah binti Syafi'i pernah
menggantikan lampu penerangan untuk ayahnya (Imam Syafi'i) sebanyak 70 kali.
Semangat mereka terangkum dalam perkataan Abu Musa Al-Asy'ari ra.yang pernah
ditanya oleh sahabatnya, "Mengapa Anda tidak pernah mengistirahatkan diri
Anda?" Abu Musa menjawab, "Itu tidak mungkin, sesungguhnya yang akan menang
adalah kuda pacuan!" Suatu ungkapan indah yang menggambarkan semangat yang
membara, jiwa yang selalu ingin berkompetisi, berani dan pantang menyerah.
Semangat Itu Ada di Depan Kita
Semangat nenek moyang kita yang luar biasa dalam beramal tak bisa dilepaskan
dari orientasi mereka yang benar terhadap fungsi ibadah dalam Islam,
termasuk fungsi ibadah Ramadhan sebagai ajang melejitkan motivasi
(achievement motivation training). Beda dengan kebanyakan kaum muslimin saat
ini yang lebih memahami ibadah Ramadhan sebagai kegiatan seremonial dan
tradisi tanpa makna.
Beberapa bukti yang menunjukkan fungsi Ramadhan sebagai bulan pemotivasian
adalah:
1. Shaum (puasa)
Tahukah Anda bahwa kekuatan semangat dapat mengalahkan kekuatan fisik?
Itulah yang Allah latih kepada kita di bulan Ramadhan. Selama sebulan kita
dilatih untuk mengalahkan nafsu yang berasal dari tubuh kasar kita; nafsu
makan, minum, dan seksual. Kenyataannya, di bulan Ramadhan kita mampu
mengalahkan tarikan nafsu demi memenangkan semangat ruh kita.
Sayangnya, latihan itu tidak dilanjutkan dalam skala kehidupan yang lebih
luas dan dalam waktu yang lebih lama setelah Ramadhan, sehingga banyak di
antara kita yang hidupnya tidak bersemangat dan produktif dalam beramal.
Padahal kunci motivasi itu adalah kemampuan mengalahkan kekuatan fisik.
Itulah yang kita lihat pada diri Abdullah bin Ummi Maktum ra.yang matanya
buta tapi ngotot untuk ikut berperang bersama Rasulullah. Juga pada diri Cut
Nyak Dien atau Jenderal Sudirman, yang pantang menyerah kepada pasukan
kolonial walau dalam kondisi sakit parah.
2. Tarawih
Ramadhan sebagai syahrul hamasah juga terlihat dalam pelaksanaan sholat
tarawih. Sholat tarawih artinya sholat (di waktu malam) yang dilakukan
dengan santai. Di zaman sahabat, sholat tarawih biasa dilakukan sepanjang
malam. Dengan bacaan yang panjang dan diselingi juga dengan istirahat yang
lama. Bahkan pernah dalam satu riwayat, para sahabat melakukan sholat
tarawih berjama'ah sampai menjelang subuh.
Hikmah dari ibadah tarawih yang dilakukan dengan santai dan tidak
terburu-buru adalah untuk membentuk watak kesabaran dan ketekunan. Kita
tahu, kesabaran dan ketekunan adalah kunci dari motivasi. Tidak mungkin
seseorang itu termotivasi dan produktif berkarya tanpa memiliki sifat sabar
dan tekun. Watak inilah yang dimiliki oleh nenek moyang kita, sehingga
mereka menjadi umat yang jaya di masa lalu.
Hal ini berbeda dengan pelaksanaan sholat tarawih di masa kini. Di mana
waktunya tidak lebih dari 1-2 jam. Bahkan seringkali dilakukan tergesa-gesa.
Hikmah tarawih sebagai ibadah yang melatih watak kesabaran dan ketekunan
menjadi hilang, sehingga lenyap pulalah salah satu sarana pelatihan umat
Islam untuk menjadi orang yang termotivasi hidupnya.
3. I'tikaf
Sarana lain yang disediakan Allah SWT untuk membentuk ruh semangat adalah
i'tikaf. Ibadah i'tikaf berarti diam menyepi (untuk mengingat Allah) dan
meninggalkan kesibukan duniawi. Bagi laki-laki, i'tikaf dilakukan di masjid.
Sedang bagi perempuan dilakukan pada ruangan khusus di rumahnya.
Nabi Muhammad saw tidak pernah meninggalkan ibadah i'tikaf ini sepanjang
hidupnya. Hal ini juga dilakukan oleh para sahabat dan orang-orang sholih
sepeninggal beliau. Sudah menjadi hal yang lazim di masa nenek moyang kita
bahwa setiap Ramadhan masjid penuh dengan orang-orang yang i'tikaf.
Bandingkan dengan kondisi sekarang. I'tikaf menjadi ibadah yang asing bagi
kebanyakan kaum muslimin. Padahal ibadah ini sangat penting untuk
kontemplasi diri. Dalam i'tikaf, kita melakukan uzlah (pertapaan) sebagai
modal penting untuk bangkit dari keterpurukan atau sebagai momen untuk
berubah. Nabi Muhammad saw berubah dari manusia biasa menjadi manusia luar
biasa (nabi) setelah uzlah ke Gua Hiro. Lalu Allah menggantikan sarana uzlah
tersebut dengan i'tikaf untuk kita. Agar kita meniru perubahan menjadi
manusia luar biasa tersebut seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad saw.
Allah meminta kita agar mengulangi momen uzlah tersebut setiap tahun,
sehingga kita selalu termotivasi untuk berubah semakin baik dari tahun ke
tahun. Dari bulan ke bulan. Bahkan dari hari ke hari. Nabi saw bersabda,
"Barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemaren, ia celaka. Barang
siapa yang hari ini sama dengan hari kemaren, ia merugi. Dan barang siapa
yang hari ini lebih baik dari kemaren, ia beruntung."
Ramadhan sebagai bulan pemotivasian seharusnya dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya oleh kita semua. Sungguh beruntunglah mereka yang menggunakan
Ramadhan sebagai ajang peningkatan motivasi hidupnya. Lalu dengan modal
Ramadhan ia mengisi hari-harinya di luar Ramadhan dengan semangat yang
membara untuk beramal melesat ke angkasa kemuliaan. Sungguh, ada semangat
dalam Ramadhan.**

Satria Hadi Lubis, MM, MBA
Konsultan Manajemen Kehidupan dan
Penulis Buku-Buku Pengembangan Pribadi
www.eramuslim.com
http://groups.google.co.id/group/mencintai-islam/browse_thread/thread/3166be1ed76068dc?hl=id&ie=UTF-8&q=semangat#adb62fe805b07dac

Minggu, 14 Desember 2008

Iman, Ibadah dan Mujahadah

Iman, Ibadah dan Mujahadah

April 16, 2006 11:16 am

PRINSIP KE-3

“Iman yang tulus, ibadah yang benar dan mujahadah akan membuahkan cahaya dan kelezatan yang Allah percikan ke dalam hati siapa saja yang la kehendaki. Akan tetapi ilham, lintasan hati, kasyaf, dan mimpi tidak termasuk dalil-dalil syar’i dan tidak pula diperhitungkan (dianggap), kecuali dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum-hukum agama dan nash-nashnya.”
Iman yang benar berarti mengikrarkan dengan lisan, membenarkan dengan hati, dan beramal dengan anggota badan. Imam Syafi’i dalam kitabnya Al-Umm berkata, “Kesepakatan para sahabat, tabi’in, dan generasi sesudah mereka yang kami ketahui, mengatakan bahwa iman adalah ucapan, perbuatan, dan niat, salah satu di antara ketiganya tidak mencukupi kecuali dengan yang lain.” Imam Ahmad berkata, “Karena itu, menurut ahlusunah ungkapan yang mengatakan bahwa iman adalah ucapan dan perbuat termasuk syiar-syiar Sunah.”
Nash-nash Al-Quran dan hadits yang menunjukkan pengertian di atas sangat banyak dan terkenal. Mereka sepakat bahwa orang yang mengikrarkan keimanan dengan lisannya secara nyata, namun mendustakan dengan hatinya, tidak termasuk mukmin. Orang seperti inilah yang disebut munafik, sebagaimana dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya, Dan di antara sebagian manusia ada segolongan yang mengatakan, “Kami beriman kepada Allah dan hari akhir." Padahal mereka tidak termasuk orang-orang yang beriman (Al-Baqarah: 8 ). Dalam firman-Nya yang lain Allah menjelaskan bahwa bagi mereka disediakan azab yang lebih berat daripada orang yang jelas-jelas menentang (kufur), dengan memasukkan mereka pada tingkatan neraka yang paling rendah, Sesungguhnya orang-orang munafik berada pada tingkatan yang paling rendah dari neraka (An-Nisa‘: 145).
Para ulama sepakat bahwa pengakuan dengan hati saja tidak cukup untuk merealisasikan makna iman. Karenanya, pengakuan harus diikuti ikrar dengan lisan. Fir’aun dan kaum-nya mengakui kebenaran Musa dan Harun a.s. namun mereka adalah kafir. Allah Swt. berfirman tentang perkataan Musa kepada Fir’aun, Sesungguhnya kamu (Fir’aun) telah mengetahui bahwa tidak ada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu, kecuali Tuhan Yang Memelihara langit dan bumi sebagai bukti yang nyata (Al-Isra’: 102). Orang-orang Ahli Kitab dahulu mengenal dan mengakui Nabi kita Saw., namun mereka tidak beriman kepadanya. Allah berfirman, Orang-orang yang telah Kami berikan kitab kepadanya, mengenal-nya (Muhammad) sebagaimana mengenal anak-anak mereka sendiri. Orang-orang yang merugikan dirinya, mereka tidak beriman (Al-An’am: 20). Bahkan iblis juga mengenal Allah, tetapi ia tetap menjadi pemimpin orang-orang kafir.
Para ulama sepakat bahwa apabila seorang hamba telah membenarkan dengan hatinya, dan mengikrarkan dengan lisannya, namun menolak untuk beramal, maka ia termasuk orang yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya dan berhak mendapatkan ancaman siksa yang Allah sebutkan dalam kitab suci-Nya dan diberitahukan oleh Rasul-Nya Saw. Selain itu, ia juga mendapat hukuman di dunia.
Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ahlusunah bahwa dengan melihat rahmat dan janji Allah, iman yang mencakup pembenaran, pernyataan, dan amal menjadikan seseorang masuk surga dan tidak kekal di neraka.
Sedangkan menurut pandangan hukum dunia, iman adalah cukup dengan mengikrarkan dua kalimat syahadat. Siapa yang mengikrarkan keduanya diberlakukanlah hukum dunia kepadanya. la dituntut komitmen dengan konsekuensi-konsekuensinya, mendapat hak-haknya, dan ia tidak dihukum sebagai kafir, kecuali apabila melakukan ucapan maupun perbuatan yang merusak syahadatnya. Prinsip ini didasarkan kepada sabda Rasulullah Saw., Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Jika mereka mau mengatakannya, artinya mereka telah menjaga darah dan harta-harta mereka dari (tindakan)ku kecuali dengan haknya (HR. Muslim).
Jika Anda telah memahami ini, maka ketahuilah bahwa iman yang benar adalah mencakup ketiga makna di atas, tanpa terpisah-pisah. Allah Swt. berfirman, Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian tidak ragu-ragu dan berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah, Mereka itulah orang-orang yang benar (Al-Hujurat: 15).
Ibadah yang benar adalah buah dari keimanan yang benar. Para ulama mendefinisikan bahwa ibadah adalah sebuah kata yang mencakup segala hal yang dicintai dan diridhai Allah, berupa ucapan dan perbuatan lahir maupun batin. Ibadah adalah tujuan yang dicintai dan diridhai Allah Swt. dan untuk itulah Allah menciptakan makhluk-Nya, Sesungguhnya Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka menyembah-Ku (Adz-Dzariyat: 56). Untuk tujuan itu pula Allah mengutus rasul-rasul-Nya, Dan sesungguhnya Kami telah mengutus pada seorang rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah taghut itu,” maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya (An-Nahl: 36). Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu,. melainkan Kami wahyukan kepadanya, “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah Aku.” (Al-Anbiya’: 25) Allah menjadikan ibadah itu sebagai sesuatu yang harus tetap dilakukan oleh Rasul-Nya sampai mati. Allah berfirman, Dan sembahlah Tuhanmu hingga datang al-yaqin (kematian) (Al-Hijr: 99).
Secara keseluruhan, agama termasuk ibadah berdasarkan hadits Jibril yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim. Hanya, ibadah yang diperintahkan mencakup dua makna sekaligus, yaitu kerendahan dan kecintaan. Ibadah mengandung makna puncak kehinaan dan kecintaan kepada Allah Swt., Katakanlah, “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta jihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai A-lah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik (At-Taubah: 24).
Jika ibadah yang benar adalah ibadah yang mencakup makna-makna di atas, maka ibadah itu tidak benar dan tidak diterima di sisi Allah apabila belum dilakukan oleh hamba sesuai dengan syariat Allah. Demikian itu karena Allah tidak menerima amal perbuatan maupun ucapan, kecuali yang disyariatkan dan diperintahkan-Nya kepada hamba-hamba-Nya. Allah Swt. tidak akan menerima ibadah-ibadah baru yang diada-adakan oleh hamba-hamba-Nya. Rasulullah Saw. bersabda, Barangsiapa membuat hal-hal yang baru (yang tidak termasuk) dalam agama kami, maka ia tertolak. Dalam riwayat lain, Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada dalam ajaran agama kami, maka ia tertolak. Dalam riwayat yang lain, Sesungguhnya setiap yang baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah dhalalah (sesat).
Ibadah yang benar tidak mungkin diwujudkan dan dicapai kecuali dengan mujahadatun nafs wal hawa (bersungguh-sungguh mengendalikan diri dan memerangi nafsu). Allah Swt. berfirman, Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar menyertai orang-orang yang berbuat baik (Al-’Ankabut: 69). Orang yang memahami ayat ini secara proporsional, tepat, mengetahui maknanya, dan mengamalkan konsekuensinya, akan memperoleh kebaikan yang sangat banyak.
Rasulullah telah menjelaskan hakikat mujahadah ini dengan sabdanya, Mujahid adalah seseorang yang berjihad melawan diri dan hawa nafsunya (HR. Ahmad). Berjihad melawan diri adalah mengarahkannya kepada perintah Allah dalam segala hal, di antaranya berjihad melawan setan dan musuh.
Langkah pertama dalam mujahadah adalah beriman kepada Allah, mengesakan-Nya, dan mengakui kerasulan Nabi Muhammad Saw. Dalam lingkungan Islam terkadang orang tidak menyadari bahwa masalah ini termasuk dalam bab mujahadah, sehingga ia tidak perlu menyebutnya. Ini jelas kesalahan besar. Sesuatu yang paling besar adalah jika seseorang mampu beralih dari kekafiran menuju keimanan atau menyatakan imannya pada lingkungan yang menentang iman dan melecehkan pemeluknya. Allah berfirman, Dan barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya (At-Taghabun: 11). Langkah kedua adalah menjalankan kewajiban-kewajiban sesuai dengan waktunya, seperti: shalat, puasa, zakat, haji, nikah, bermuamalah, dan lain-lain. Langkah yang ketiga adalah secara tertib menjalankan ibadah-ibadah sunah, berupa: shalat, sedekah, puasa, haji, doa, zikir, dan membaca Quran. Selanjutnya langkah keempat adalah mengendalikan diri untuk selalu melaksanakan hal-hal yang bersifat azimah (ibadah-ibadah dalam bentuknya yang ideal) serta mentarbiahkannya dengan amal-amal berat yang bermanfaat, seperti: khalwat (menyendiri), diam kecuali dalam hal-hal yang mewajibkan berbicara, begadang malam untuk beribadah, shalat, tilawah, zikir, lapar karena melakukan puasa pada hari-hari yang disunahkan, dan amal-amal lain yang disyariatkan. Langkah kelima adalah perenungan diri, hati, menyingkap penyakit-penyakit hati, dan mengobatinya. Inilah langkah terakhir dalam mujahadah, sekaligus merupakan salah satu hasilnya yang utama. Dua langkah terakhir inilah yang mendominasi pembahasan dan pembicaraan banyak kalangan tentang mujahadah.
Iman yang benar lagi sempurna, ibadah yang sahih sesuai dengan petunjuk syara’, dan mujahadah yang terbingkai dengan kaidah dan ajaran syara’, akan menghasilkan pengaruh besar yang tampak pada diri manusia di dunia dan akhirat. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Syahid Hasan Al-Hanna, "…cahaya dan kenikmatan yang Allah percikan ke dalam hati siapa saja, yang la kehendaki di antara hamba-hamba-Nya." Cahaya (nur) adalah hal yang diisyaratkan dalam firman Allah Swt., Dan apakah orang yang sudah mati kemudian Kami hidupkan dan Kami berikan cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu ia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan (Al-An’am: 122).
Hakikat dan pengaruh iman telah diungkapkan oleh Sayid Qutub dalam tafsirnya, “Seseorang akan mendapati cahaya ini didalam hatinya, sehingga ia mendapatkan kejelasan dalaim segala urusan, hal, dan kejadian. Mendapatkan kejelasan dalam jiwa, dan niat-niatnya, lintasan-lintasan hatinya, langkah, serta geraknya. Mendapatkan kejelasan dalam segala hal yang terjadi di sekitarnya, baik yang berupa sunatullah, aktivitas-aktivitas manusia, niat, dan langkah-langkah mereka, yang tampak maupun yang tersembunyi. Mendapatkan tafsir berbagai peristiwa dan sejarah dalam jiwa dan akalnya, serta dalam realitas kehidupan di sekitarnya, seakan-akan ia membaca buku. Seseorang yang telah mendapatkan cahaya ini dalam hatinya akan mendapatkan kecemerlangan dalam lintasan-lintasan hati, perasaan, dan kemauannya, sehingga ia pun mendapatkan kenikmatan dan kesejukan dalam hati, suasana, dan masa depannya. Ia akan mendapatkan kelembutan dan kemudahan dalam mengatur segala urusan dan mengeluarkan keputusan, serta dalam menghadapi maupun melewati kejadian. Ia akan mendapatkan ketenangan, kepercayaan, dan keyakinan dalam segala situasi dan kapan pun juga.” ‘"
Cahaya yang mempunyai pengaruh luas dalam diri manusia dan menghasilkan banyak hal menakjubkan yang tampak dalam kehidupan seorang mukmin yang tercerahkan ini, kemungkinan terbentuknya telah ditunjukkan oleh Al-Quran dan Sunah, dinyatakan oleh para ulama, dan didukung oleh kejadian-kejadian yang nyata. Karena itu Imam Syahid Hasan Al-Banna rahimahullah menyebutkannya dalam prinsip ini sebagai pengakuan akan kebenarannya, sekaligus memberi bingkai syar’i agar orang-orang yang tidak mendapatkan pencerahan dari sumber-sumbernya, karena hanya mendapat bisikan nafsu dan inspirasi setan, tidak melampaui batas.
Pada kesempatan yang sama, beliau tidak mengabaikan hal-hal yang memang seharusnya dikatakan, tidak seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak memahami syariat dan tidak mengetahui dalil-dalil yang benar. Karena itu Imam Syahid mengatakan, “Akan tetapi ilham, lintasan hati, kasyaf, dan mimpi tidak termasuk dalil-dalil syar’i dan tidak pula diperhitungkan (dianggap), kecuali dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum-hukum agama dan nash-nashnya.”
Agar kebenaran dalam masalah ini menjadi jelas, harus diberi keterangan dan penjelasan. Karena itu, kami coba terangkan:
Pertama, ilham
Ilham adalah pengaruh yang Allah berikan dalam jiwa seseorang sehingga mendorongnya untuk mengerjakan atau meninggalkan sesuatu. la merupakan salah satu jenis wahyu yang Allah khususkan bagi siapa saja di antara hamba-hamba-Nya yang Ia kehendaki.
Allah Swt. berfirman,
Dan jiwa serta penyempurnaannya (penciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya (Asy-Syams: 7-8).
Rasulullah Saw. berdoa,
Ya Allah ilhamkanlah kepadaku kebenaran dan lindungilah akim dari keburukan jiwaku (HR. Turmudzi).
Ilham lebih umum daripada tahdits karena ilham berlaku umum bagi orang-orang yang beriman sesuai dengan tingkat imannya. Setiap mukmin mendapatkan ilham kebenaran dari Allah Swt. sesuai dengan tingkat keimanannya. Adapun tahdits, Rasulullah Saw. telah menjelaskan dalam sabdanya, ”Jika ada orang yang muhadats dari umatku, maka Umar-lah orangnya” (HR. Bukhari dan Muslim).
Bentuk ilham yang banyak dikenal, antara lain berupa pesan yang diberikan ke dalam hati seorang mukmin, melalui pembicaraan malaikat dengan ruhnya. Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa Nabi Saw. bersabda, Sesungguhnya malaikat mempunyai hasrat di hati anak Adam, demikian juga setan. Hasrat malaikat berupa ajakan untuk kebaikan dan membenarkan ancaman Allah Swt., sedangkan hasrat setan adalah ajakan untuk melakukan kejahatan dan mendustakan janji Allah, – kemudian beliau membaca firman Allah – "Setan itu menjanjikan kefaqiran kepadamu dan memerintahkan perbuatan yang keji, sedangkan Allah menjanjikan ampunan dan anugerah kepadamu.” (HR. Turmudzi).
Allah Swt. berfirman, (Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat, “ Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman.” (Al-Anfal: 12).
Sebebagian ulama menafsirkan ayat ini dengan "Wahai malaikat kuatkanlah hati orang-orang yanng beriman dan berilah kabar gembira kepada mereka dengan kemenangan.” Sebagian yang lain mengatakan, “Hadirlah wahai malaikat bersama orang-orang mukmin di medan perang.” Kedua penafsiran itu sama-sama benar, karena malaikat memang hadir bersama orang-orang mukmin di medan perang dan meneguhkan hati
mereka. Termasuk kategori pesan ini adalah nasihat yang diberikan oleh Allah Swt. kepada hati hamba-hambanya yang mukmin, sebagaimana yang diungkapkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi dan Imam Ahmad dari sahabat Nawwas bin Sam’an dari Nabi Muhammad Saw. Bahwa beliau bersabda, Sesungguhnya Allah membuat perumpamaan berupa sebuah jalan yang lurus. Pada kedua sisi jalan tersebut terdapat dua dinding yang masing-masing mempunyai pintu yang terbuka. Pada masing-masing pintu terdapat gorden, ada penyeru di ujung jalan, dan ada pula penyeru di atas jalan. Jalan yang lurus adalah Islam, kedua dindingnya adalah batas-batas Allah, dan pintu-pintu yang terbuka adalah hal-hal yang diharamkan oleh Allah. Tidak ada
seorang pun yang melanggar suatu batas di antara batas-batas Allah, kecuali bila ia menyingkap gorden itu. Penyeru yang berada pada ujung jalan adalah Kitabullah, sedangkan penyeru yang berada di atas jalan adalah penasihat dari Allah dalam hati orang yang beriman. Penasihat yang ada dalam hati orang-orang yang beriman itulah ilham Ilahi dengan perantaraan malaikat.
Termasuk ilham adalah firasat, yaitu cahaya yang Allah berikan ke dalam untuk membedakan antara haq dan batil dan antara yang jujur dan dusta. Allah berfirman, Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Kami) bagi mutawasimin (orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda) (Al-Hijr: 75). Menurut Mujahid r.a. yang dimaksud mutawasimin adalah mutafarisin (orang-orang yang diberi firasat). Imam Turmudzi meriwayatkan dari Abi Sa’id r.a. dari Nabi Saw. bahwa beliau bersabda, Takutlah kalian kepada firasat orang mukmin, karena ia memandang dengan cahaya Allah Azza wa Jalla. Kemudian beliau membaca, “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Kami) bagi mutawasimin (orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda)." (Al-Hijr: 75).
Firasat ada tiga macam:
1. Firasat imaniyah, yaitu firasat orang-orang yang beriman. Jenis ini selalu tegak di atas kebenaran.
2. Firasat riyadhiyah, ialah firasat yang dihasilkan melalui lapar, begadang, dan menyendiri. Demikan itu terjadi karena jiwa terbebas dari penghalang-penghalangnya, maka firasat dan kasyaf akan didapatkan sesuai dengan tingkat kebebasan-nya dari penghalang tersebut.
3. Firasat khalqiyah, ialah firasat yang para dokter menulis tentangnya. Mereka mencoba menghubungkan antara sifat-sifat fisik dengan sifat-sifat psikis karena memang ada kaitan yang dikehendaki hikmahnya oleh Allah.
Dua jenis firasat yang terakhir ini bisa dimiliki oleh siapa saja, baik mukmin maupun kafir, tidak menunjukkan keiman-an dan kewalian, serta tidak menyingkap tentang kebenaran yang bermanfaat maupun jalan yang lurus. ‘”
Kedua, khawathir
Khawathir jamak khatir yaitu sesuatu yang terlintas dalam hati berupa rencana atau perintah. Apabila baik, maka itu merupakan bagian dari cahaya dan pengaruh iman, serta petunjuk adanya taufik dari Allah. Namun apabila sebaliknya, maka ia merupakan tipu daya dan bisikan setan, sebagaimana disebutkan dalam hadits sujud sahwi, Hingga setan melintas antara seseorang dan hatinya, dan dalam hadits Ibnu Abbas r.a., Ketika Nabi berdiri untuk melaksanakan shalat, tiba-tiba melintas suatu lintasan dalam hatinya. Maka orang-orang munafik pun mengomentari bahwa beliau mempunyai dua hati.
Ketiga, kasyaf
Imam 1bnul Qayyim rahimahullah mengatakan, "Mukasyafah yang benar adalah ilmu-ilmu yang Allah munculkan di hati hamba-Nya. Dengan ilmu itu Allah Swt. memperlihatkan kepadanya hal-hal yang tersembunyi bagi orang lain. Terkadang Allah Swt. membantu seseorang untuk memilikinya, tapi terkadang menghalanginya dengan membuatnya lupa dan menyembunyikannya dari orang itu dengan kabut yang membuat hatinya keras, itulah setipis-tipis penghalang. Dengan mendung yang lebih tebal dari kabut, atau dengan tutup yang menjadi penghalang paling tebal.”
Penghalang paling tipis terkadang dialami oleh para nabi a.s. Sebagaimana sabda Nabi Saw., Sesungguhnya hatiku berkabut dan sesungguhnya aku beristigfar kepada Allah sebanyak seratus kali dalam sehari (HR. Muslim).
Penghalang yang berupa mendung terjadi pada orang-orang mukmin. Sedangkan penghalang yang berupa tutup terjadi pada orang-orang yang didominasi oleh kemalangan. Allah Swt. berfirman, Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka (Al-Muthafifin: 14). Ibnu Abbas dan lainnya mengatakan bahwa ia adalah dosa dan dosa menutupi hati hingga menjadi tertutup seluruhnya.
Kasyaf yang benar adalah jika seorang Muslim mengetahui kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah Saw. dan diturunkan dalam kitab-kitab suci secara jelas dalam hatinya. Kemudian ia dedikasikan kehendak hatinya kepadanya dan senantiasa bersamanya dalam segala kondisi. Inilah kesimpulan yang benar, bila tidak demikian maka itu adalah tipuan yang buruk. Demikian itu dalam hal-hal yang berkaitan dengan mukasyafat hati, salah satu sumber kasyaf ketika hati jernih, berjalan di atas jalan yang lurus, serta menjauhi bid’ah dan kesesatan. Adapun kasyaf penglihatan dan pendengaran, yang dimaksud oleh Imam Syahid Hasan Al-Banna dalam prinsip ini, Ibnu Qayyim rahimahullah telah mengklasifikasikannya menjadi tiga jenis: kasyaf rahmani, yang khusus bagi orang-orang yag beriman, kasyaf nafsani, dan kasyaf syaithani, yang dijelaskan dalam pernyataannya, “Adapun kasyaf juz’i yaitu yang dapat dimiliki oleh orang-orang mukmin dan orang-orang kafir, juga oleh orang-orang baik maupun orang-orang jahat, seperti: mengetahui apa yang ada di rumah seseorang, tongkat di tangannya, di bawah pakaiannya, atau jenis kelamin janin yang ada dalam kandungan istrinya. Adapun yang tidak terlihat oleh seorang hamba berupa hal-hal yang sangat jauh, terkadang berasal dari setan atau dari dirinya sendiri. Karena itulah, maka hal itu bisa terjadi pada orang-orang kafir, seperti orang-orang yang melakukan kemaksiatan, penyembah api, dan salib.
Ibnu Shayyad dapat mengetahui apa yang disembunyikan oleh Nabi, kemudian Rasulullah Saw. berkata kepadanya, "Engkau ini hanyalah sebagian dari teman para dukun." Nabi menerangkan bahwa kasyaf yang dimilikinya termasuk kasyaf perdukunan dan hal itu mungkin. Demikian pula Musailamah Al-Kadzab, betapapun kekafiran yang dilakukannya, ia mampu menceritakan kepada para pengikutnya tentang apa yang dilakukan oleh salah seorang dari mereka di rumahnya, dan apa yang dikatakannya kepada istrinya. Setanlah yang memberikan kabar kepadanya, untuk menyesatkan manusia. Demikian pula Al-Aswad Al-Unsi dan Harits Al-Mutanabbi yang memberontak pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan, serta orang-orang semisal mereka yang hanya diketahui oleh Allah. Kita telah mengetahui dan orang-orang juga telah menyaksikan kasyaf dari para pendeta penyembah salib.
Contoh kasyaf rahmani adalah kasyaf dari Abu Bakar r.a., ketika beliau berkata kepada Aisyah r.a. bahwa sesungguhnya istrinya mengandung janin perempuan. Kasyaf Umar r.a. ketika beliau berkata, “Wahai pasukan naiklah ke gunung.” Kasyaf-kasyaf ini termasuk kasyaf para wali Allah.
Kesimpulannya, Said Hawwa menjelaskan bahwa kasyaf adalah sesuatu yang mungkin terjadi, orang-orang yang melakukan perjalanan spiritual menuju Allah dapat mencapainya. Ia merupakan salah satu wujud anugerah Allah Swt. sekaligus sebagai ujian dari-Nya. Tapi kita semua komitmen dengan nash, bukan dengan kasyaf. Kasyaf tidak bisa digunakan sebagai dasar untuk menetapkan keyakinan baru dan tidak pula untuk menambah nash-nash yang ada. Umat tidak diwajibkan beribadah dengannya. Mereka tidak harus mempercayai pemiliknya, walaupun ia termasuk orang yang jujur. Hal itu karena hatinya tidak ma’shum berkaitan dengan masalah gaib. Selain itu, kemungkinan terjadi ilusi juga sangat besar. Karena kasyaf terkadang menjadi ujian bagi seseorang atau sekelompok orang, maka ia kadang menurunkan derajatnya.
Dengan batas-batas ini, jelaslah kedudukan kasyaf dalam syariat Allah, dan kita memahami maksud dari ungkapan Imam Syahid Al-Banna rahimahullah bahwa ia tidak termasuk dalil-dalil hukum syar’i dan tidak diperhitungkan (dianggap), kecuali dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum-hukum agama dan nash-nashnya.
Keempat, mimpi-mimpi dalam tidur
Jika benar, ia merupakan salah satu pengaruh iman dan tingkatan hidayah. la termasuk bagian dari kenabian, sebagaimana diriwayatkan dari Nabi Saw. bahwa beliau bersabda, Mimpi yang baik adalah bagian dari empat puluh enam bagian nubuwah (Shahih Bukhari dan Muslim).
Mimpi adalah permulaan wahyu. Kebenarannya tergantung kepada kejujuran orang yang bermimpi. Orang yang paling benar mimpinya adalah orang yang paling jujur perkataannya. Ketika zaman semakin dekat, hampir tidak ada kesalahan dalam mimpi yang baik, sebagaimana disabdakan oleh Nabi Saw, Demikian itu karena semakin jauhnya masa dari kenabian dan pengaruhnya. Karena itu, orang-orang mukmin mengambil ganti dengan mimpi. Adapun pada masa kuatnya cahaya kenabian, dengan cahayanya yang terang, menjadikan mereka tidak membutuhkan mimpi-mimpi itu. Nabi Saw. bersabda, Tidak ada lagi bagian dari nubuwah selain mubasyirat. Ada yang bertanya, ”Apa itu mubasyirat, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab “Ia adalah mimpi baik yang dialami sendiri oleh seorang Muslim atau diimpikan oleh orang lain." (HR. Bukhari).
Jika mimpi-mimpi kaum Muslimin sama, maka tidak dapat didustakan. Nabi telah mengatakan kepada para sahabatnya ketika mereka bermimpi melihat lailatul qadar pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Beliau Saw. bersabda, Saya melihat mimpi kalian sudah saling memperkuat bahwa lailatul qadar terjadi pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Karena itu, barangsiapa di antara kalian yang hendak mencari-carinya maka lakukanlah pada sepuluh hari terakhir (HR. Bukhari).
Sebagaimana kasyaf, mimpi juga terbagi menjadi tiga bagian: rahmani, nafsani, dan syaithani. Nabi Saw. bersabda, Mimpi ada tiga, yaitu mimpi dari Allah, mimpi penyedihan setan, dan mimpi dengan melihat kembali apa yang pernah terjadi pada dirinya saat ia terjaga.
Mimpi yang menjadi sebab datangnya petunjuk adalah mimpi yang khususnya datang dari Allah. Mimpi para nabi adalah wahyu, karena mimpi ini terpelihara dari setan. Inilah yang diyakini oleh umat. Karena itulah maka nabiyullah Ibrahim a.s. melaksanakan perintah menyembelih putranya, Ismail berdasarkan mimpi itu.
Adapun mimpi selain para nabi, disesuaikan dengan wahyu yang jelas. Jika sesuai, bisa diterima. Jika tidak, tidak boleh diamalkan. Apabila ditanyakan, "Bagaimana pendapat kalian tentang mimpi yang baik atau mimpi-mimpi orang banyak yang sepakat atas sesuatu?” Kami menjawab, “Jika memang demikian, maka tidak mungkin menyalahi wahyu, bahkan pasti sesuai dengannya, untuk menyadarkannya atau menyadarkan akan masuknya suatu permasalahan khusus dalam hukum wahyu, sedangkan orang yang bermimpi tidak menyadari bahwa hal itu termasuk di dalamnya, sehingga dengan mimpi itu ia menjadi tersadarkan.”’
Selanjutnya kaum Muslimin sepakat bahwa mimpi bagi selain para nabi tidak boleh dijadikan sebagai sumber hukum dan perundang-undangan. Jika mereka bertanya, “Apabila seseorang bermimpi melihat Nabi Saw. padahal setan tidak mungkin menyerupainya, kemudian beliau Saw. memerintahkan suatu hal yang bertentangan dengan syariat’?” Kita katakan kepadanya, “Engkau sedang berangan-angan.” Ia tidak boleh bertindak berdasar mimpinya itu, apalagi mimpi-mimpi yang lain?
Barangsiapa menginginkan mimpi yang benar, maka hendaklah ia berusaha untuk selalu jujur, makan yang halal, memperhatikan perintah dan larangan, tidur dalam keadaan suci sepenuhnya, menghadap kiblat, dan zikir kepada Allah hingga tertidur. Jika demikian, insya Allah mimpinya tidak berdusta.
Mimpi yang paling benar adalah mimpi pada waktu sahur, karena saat itu merupakan waktu turunnya Allah ke langit dunia, saat dekatnya rahmat dan ampunan, serta diamnya setan-setan. Kebalikannya adalah mimpi pada sepertiga malam yang pertama, saat setan-setan dan ruh-ruh syaithaniyah bergentayangan. Ubadah bin Shamit r.a. berkata, “Mimpi seorang mukmin adalah kalam Allah kepada hamba-Nya pada waktu tidur.”
Kesimpulannya, ilham, khawathir, kasyaf, dan mimpi merupakan pengaruh cahaya iman, jika keluar dari seorang mukmin yang jujur. Banyak bukti-bukti lahiriah dan pengalaman batin yang menguatkan akan hal itu. Ia adalah karamah dari Allah bagi mereka, di samping juga merupakan ujian untuk menguji keteguhan dan konsistensi dalam keimanan.
Meskipun demikian, sebagaimana dikatakan oleh Imam. Syahid Al-Banna rahimahullah, ia bukan termasuk dalil-dalil hukum syar’i, karena dalil-dalil hukum syar’i disyaratkan bahwa sumbernya ma’shum, sementara di sini tidak ada ke-ma’shum-an, karena tidak ada ke-ma’shum-an yang dapat ter-bukti secara syar’i berdasarkan firman Allah dan sabda Rasul Saw., atau berdasarkan ijmak kaum Muslimin. Padahal di sini tidak ada sedikit pun dari semua itu.
Meskipun demikian, apabila karamah-karamah itu berasal dari Allah Swt. maka tidak mungkin bertentangan dengan syariat. Adapun jika berasal dari diri sendiri dan setan, maka ia tidak dapat dipercaya, karena sedikit sekali yang sesuai dengan syariat atau konsisten pada masalah yang diridhai. Imam Syahid mengatakan, “Semua karamah itu tidak dianggap, kecuali dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum-hukum agama dan nash-nash-nya.” Wallahu a’lam.
Kenikmatan yang lahir dari keimanan dan kesahihan ibadah, serta mujahadah yang baik, adalah kenikmatan hakiki yang dirasakan oleh jiwa orang yang beriman, sebagaimana lidah merasakan lezatnya makanan, seperti disebutkan dalam banyak hadits-hadits sahih, di antaranya sabda Rasulullah Saw., Akan merasakan lezatnya iman orang yang ridha bahwa Allah sebagai Tuhan-nya, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad Saw. sebagai rasulnya (HR. Muslim). Tiga hal, barangsiapa seluruhnya ada dalam diri seseorang, maka ia akan merasakan nikmatnya iman.
Dalam riwayat lain, akan merasakan nikmatnya iman, orang yang lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya daripada selain keduanya, jika seorang mencintai sahabatnya, ia tidak mencintai-nya kecuali karena Allah Swt., dan tidak mau kembali kepada kekafiran setelah Allah Swt. menyelamatkan diri darinya, sebagaimana ia tidak mau dimasukkan dalam neraka.
Para ulama berkata, “Makna kenikmatan iman adalah merasa nikmat dalam melakukan ketaatan dan memikul beban dalam mencari keridhaan Allah dan Rasul-Nya, lebih mengutamakan hal itu daripada tujuan-tujuan duniawi, kecintaan seorang hamba kepada Tuhannya Swt. dengan menjalankan ketaatan kepadanya dan meninggalkan kedurhakaan terhadap-Nya, di samping juga mencintai Rasulullah Saw.”
Menurut saya, semua itu tidak mungkin dicapai kecuali oleh orang yang hatinya telah bersenyawa dengan iman, sehingga kenikmatan iman mampu mendominasi hatinya. Karena itu, Ibnul Qayyim mengatakan bahwa iman memberikan kenikmatan yang berkaitan dengan rasa dan selera. Keraguan dan syubhat tidak akan hilang dari hati, kecuali apabila seseorang telah mencapai keadaan seperti ini. Iman benar-benar telah bersenyawa dengan hatinya, hingga ia merasakan kelezatannya dan menemukan kenikmatannya.”’
Rasa inilah yang dijadikan Heraclius sebagai dalil akan benarnya kenabian, saat ia bertanya kepada Abu Sufyan, "Adakah seorang di antara pengikut Muhammad yang murtad karena marah kepada agamanya?” “Tidak," jawab Abu Sufyan. Heraclius pun berkomentar, “Demikianlah iman, ketika ia telah bersenyawa dengan keceriaan hati."
Kenikmatan hakiki yang selalu bergelora inilah yang telah dibuktikan oleh para sahabat r.a., salafusaleh, dan orang-orang yang melakukan interaksi yang benar dengan Allah Swt. serta dengan agama-Nya yang terakhir. Jika kami hendak memuat contoh-contohnya, tentu akan menghabiskan buku berjilid-jilid. Kami cukupkan dengan tiga contoh saja dari tiga orang sahabat yang telah mengungkapkan hakikat kenikmatan itu, sebab berbagai pengorbanan yang telah mereka lakukan. Mereka itu adalah:
1. Bilal bin Rabah r.a.
Ketika disiksa diterik panas matahari untuk memaksanya kafir, sementara ia hanya bisa mengucap, “Ahad, Ahad.” Ia campur pahitnya siksaan dengan manisnya iman. Ia telah bersenyawa dengan kenikmatan iman. Demikian juga saat menjelang kematiannya, ketika keluarganya mengatakan alangkah susahnya, tapi beliau sendiri justru mengatakan, duhai alangkah senangnya karena besok saya akan menjumpai kekasih-kekasihku, Muhammad dan para sahabatnya. Bercampurlah pahitnya kematian dengan nikmatnya pertemuan itu, itulah kenikmatan iman.
2. Seorang sahabat yang kudanya dicuri pada suatu malam, saat ia sedang shalat. Ia melihat saat pencuri itu mencuri kudanya, namun ia tidak memutuskan shalatnya. Ketika ditanya tentang hal itu ia menjawab, “Apa yang sedang aku lakukan lebih besar dari itu.” Ini tidak lain karena kenikmatan iman.
3. Dua orang sahabat yang diperintahkan Rasulullah Saw. sebagai penjaga malam pada sebuah peperangan. Salah seorang tidur, sedangkan yang lain menunaikan shalat. Tiba-tiba ada mata-mata dari pihak musuh datang. Melihatnya, mata-mata itu melepaskan anak panah dan mengenainya. Namun demikian sahabat ini tetap meneruskan shalatnya dan tidak menghentikannya. Mata-mata itu melepaskan panah yang kedua dan mengenainya pula, namun ia tidak memutuskan shalatnya. Kemudian dilepaslah kepadanya anak panah yang ketiga dan mengenainya. Pada panah yang ketiga inilah ia baru membangunkan sahabatnya. Ia berkata “Kalaulah bukan karena kekhawatiranku terhadap keselamatan kaum Muslimin, tentu aku tidak menghentikan sholat-ku.” Hal itu tidak dilakukannya kecuali karena besarnya kenikmatan yang ia rasakan dalam shalat, hingga menghilangkan rasa sakit akibat anak panah yang mengenai dirinya. –

Muhadats: orang yang benar dugaannya seolah-olah ada yang membisikinya.– edt.

——-
Detil referensi berupa kitab-kitab yang dijadikan rujukan khususnya yang memuat hadits-hadits dan perkataan ulama, tersedia pada buku yang berjudul: Syarah Ushul ‘Isyrin, Menyelami Samudra 20 Prinsip Hasan Al-Banna, karya Abdullah bin Qasim Al-Wasyli, Cetakan ke-2, Era Intermedia, Solo, Indonesia, 2005

Comments Off
http://beranda.blogsome.com/category/20-prinsip/

Sabtu, 13 Desember 2008

cerita serius

cerita serius
Umum

ini bener-bener cerita serius.
betul-betul serius.
dan juga misterius..
seperti spiritus.
kamu jangan berkerut kenapa ini cerita bener-bener serius karena saking seriusnya,candil pun jadi ikut-ikutan pusing kenapa ini cerita di bikin serius.
tapi makin serius memang makin maknyuss.
walo kulit kegerus cerita ini harus serius.
jadi cerita ini sebenernya tentang si paus, anaknya pak tulus.
oh anak itu! ya aku tahu! pipinya halus, kulit badannya mulus, tapi dia doyan daging tikus. ini pun serius.
halah...cerita serius jadi pake akhiran us.
kalau nggak serius, namanya jayus.
ahaaaa!!!rupanya jayus dan paus yang bikin cerita serius.
Iya.Mereka berdua mo ikut debus malah nyasar. Jadinya ikut orkes gembus. Bener. Ini serius.
Ceritanya, ada orang yang sangat serius dan dia pun ingin merantau secara serius ke negeri yang orang2nya pun semuanya serius. Tidak ada yang tidak serius. Semuanya, termasuk orang yang tidak serius pun, semuanya serius.
si serius memutuskan menjadi pedagang obat bius yang mengganti dagangannya dengan kapur barus yang digerus halus halus.
si serius ini bernama jakus.
jakus serius sukaerektus nama panjangnya.
dengan pedang di kiri kemoceng di kanan jakus menemui jayus dan paus,"ahoiii..kisanak..mari kita bius..para tukang debus!".
"Kita sikat mereka, kita keremus, jadi tikus!".
"tak ada salahnya kita beri mereka sedikit gabus biar bisa tembus".
"meskipun kita harus jadi dendeng rebus,tapi mari kisanak kita serbu dengan serius!!".
Sesuai dengan namanya, kita harus dekat dengan Candil Seurieus..
________________________________________
Anda tidak bisa ikut nulis kalau ndak login.
http://www.cerpenista.com/cerpen/baca/cerita_serius

Serius yang menghebatkan

Serius yang menghebatkan

November 30, 2008 11:40 am

Sabtu kemarin selepas menjalani "incomplete lembur", dikarenakan waktu lembur yang kurang. Udah lembur, kurang lagi#$%%^%
Ketika aku ingin melaksanakan shalat ashar sekitar pukul 16.00, secara rutin memang diadakan TPA yang mayoritas anak-anak jalanan dan kurang mampu. Disana, sang ustadz menjelaskan tentang hari-hari dan kejadian di padang mahsyar, yang kita, sebagai "manusia" yang sudah paham akan sedikit merinding, namun dengan redaksional yang apik, mereka dibuat membayangkan kejadian berdasarkan runtunan al-quran dan hadits nabi. Nah ada gejala yang sering terjadi di masyarakat Indonesia, yang dulu waktu aku masih muda dan sempat mengajar di bimbingan les anak-anak, mereka memiliki kecenderungan "bercanda" lebih besar daripada intens memahami pelajaran yang disampaikan.Nah ini sudah dianggap suatu kelumrahan di lingkungan kita..anak kecil bertemu anak kecil jadinya tertawa dan bermain, sekalipun padang mahsyar yang dibahas.
Nah hadirin yang budiman..ehm [serasa di mimbar]..hehe..apakah ini harus dijadikan kelumrahan selamanya di masyarakat kita???, sekarang bayangkan begini, atmosfer anak-anak ketika belajar terbiasa serius, nah ketika mereka berada di lingkungan mereka sesama anak-anak, seharusnya ada stimulus yang menuntut mereka untuk menjadi terbaik dan memahami makna apa yang disampaikan oleh sang pengajar. Bayangkan saja jika sang anak selepas dijelaskan tentang padang mahsyar, dimana matahari menjadi 7 dan jaraknya sangat dekat, lalu mereka menutup mata dan membayangkan alangkah panasnya hari itu, otomatis akan membuat suatu efek pembentukan "unforgotting memory" yang senantiasa mereka pegang sebagai "pegangan", dan ketika sesampai di rumah, lalu sang abah dan umi bertanya :
"Nak, belajar apa hari ini???"
secara spontan si anak menceritakan dengan "duplicate" redaksional dari sang guru, dan disampaikan ke orang tuanya, yang spontan kedua orang tuanya "pada saat itu" mengingat bagaimana padang mahsyar kembali jelas, setelah berpuluh tahun lalu meninggalkan "TPA"….
hmmm..gimana???, ternyata serius itu memang menghebatkan, dan lebih hebat lagi santai dan serius di combine menjadi satu, dimana keduanya mendukung satu dengan lainnya, too many joke, is not good, and too serious, stress is going to wait for you..
Serius itu menghebatkan..
wallahua’lam

http://kahlilstt.blogsome.com/2008/11/30/serius-yang-menghebatkan/

Kamis, 11 Desember 2008

Kreativitas di Sekolah

Kreativitas di Sekolah

Dalam bahasa yang sederhana, kreativitas dapat diartikan sebagai suatu proses mental yang dapat melahirkan gagasan-gagasan atau konsep-konsep baru. Menurut National Advisory Committees UK (1999), bahwa kreativitas memiliki empat karakteristik, yaitu: (1) berfikir dan bertindak secara imajinatif, (2) seluruh aktivitas imajinatif itu memiliki tujuan yang jelas; (3) melalui suatu proses yang dapat melahirkan sesuatu yang orisinal; dan (4) hasilnya harus dapat memberikan nilai tambah. Keempat karakteristik tersebut harus merupakan suatu kesatuan yang utuh. Bukanlah suatu kreativitas jika hanya salah satu atau sebagian saja dari keempat karateristik tersebut.
Robert Fritz (1994) mengatakan bahwa “The most important developments in civilization have come through the creative process, but ironically, most people have not been taught to be creative.” Hal senada disampaikan pula Ashfaq Ishaq: “We humans have not yet achieved our full creative potential primarily because every child’s creativity is not properly nurtured. The critical role of imagination, discovery and creativity in a child’s education is only beginning to come to light and, even within the educational community, many still do not appreciate or realize its vital importance. Memang harus diakui bahwa hingga saat ini sistem sekolah belum sepenuhnya dapat mengembangkan dan menghasilkan para lulusannya untuk menjadi individu-individu yang kreatif. Para siswa lebih cenderung disiapkan untuk menjadi seorang tenaga juru yang mengerjakan hal-hal teknis dari pada menjadi seorang yang visioner (baca: pemimpin). Apa yang dibelajarkan di sekolah seringkali kurang memberikan manfaat bagi kehidupan siswa dan kurang selaras dengan perkembangan lingkungan yang terus berubah dengan pesat dan sulit diramalkan. Begitu pula, proses pembelajaran yang dilakukan tampaknya masih lebih menekankan pada pembelajaran “what is” yang menuntut siswa untuk menghafalkan fakta-fakta, dari pada pembelajaran “what can be”, yang dapat mengantarkan siswa untuk menjadi dirinya sendiri secara utuh dan orisinal.
Oleh karena itu, betapa pentingnya pengembangan kreativiitas di sekolah agar proses pendidikan di sekolah benar-benar dapat memiliki relevansi yang tinggi dan menghasilkan para lulusannya yang memiliki kreativitas tinggi. Sekolah seyogyanya dapat menyediakan kurikulum yang memungkinkan para siswa dapat berfikir kritis dan kreatif, serta memiliki keterampilan pemecahan masalah, sehingga pada gilirannya mereka dapat merespons secara positif setiap kesempatan dan tantangan yang ada serta mampu mengelola resiko untuk kepentingan kehidupan pada masa sekarang maupun mendatang.
Menurut Robert J Sternberg, seorang siswa dikatakan memiliki kreativitas di kelas manakala mereka senatiasa menunjukkan: (1) merasa penasaran dan memiliki rasa ingin tahu, mempertanyakan dan menantang serta tidak terpaku pada kaidah-kaidah yang ada; (2) memiliki kemampuan berfikir lateral dan mampu membuat hubungan-hubungan diluar hubungan yang lazim; (3) memimpikan tentang sesuatu, dapat membayangkan, melihat berbagai kemungkinan, bertanya “ apa jika seandanya” (what if?), dan melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda; (4) mengeksplorasi berbagai pemikiran dan pilihan, memainkan ideanya, mencobakan alternatif-alternatif dengan melalui pendekatan yang segar, memelihara pemikiran yang terbuka dan memodifikasi pemikirannya untuk memperoleh hasil yang kreatif; dan (5) merefleksi secara kritis atas setiap gagasan, tindakan dan hasil-hasil, meninjau ulang kemajuan yang telah dicapai, mengundang dan memanfaatkan umpan balik, mengkritik secara konstruktif dan dapat melakukan pengamatan secara cerdik.
Pembelajaran yang kreatif dapat dilihat dari dua sisi, yaitu : (1) mengajar secara kreatif (creative teaching) dan (2) mengajar untuk kreativitas (teaching for creativity). Mengajar secara kreatif menggambarkan bagaimana guru dapat menggunakan pendekatan-pendekatan yang imajinatif sehingga kegiatan pembelajaran dapat semakin lebih menarik, membangkitkan gairah, dan efektif. Sedangkan mengajar untuk kreativitas berkaitan dengan penggunaan bentuk-bentuk pembelajaran yang ditujukan untuk mengembangkan para siswa agar memiliki kemampuan berfikir dan berperilaku kreatif.
Kedua konsep tersebut tidak dapat dipisahkan, mengajar untuk kreativitas didalamnya harus melibatkan mengajar secara kreatif. Mengajar secara kreatif dan mengajar untuk kreativitas pada dasarnya mencakup seluruh karateristik pembelajaran yang baik (good learning and teaching), seperti tentang: motivasi dan ekspektasi yang tinggi, kemampuan berkomunikasi dan mendengarkan, kemampuan untuk membangkitkan gairah belajar, inspiratif, kontekstual, konstruktivistik, dan sejenisnya.
Carolyn Edwards dan Kay Springate dalam artikelnya yang berjudul “The lion comes out of the stone: Helping young children achieve their creative potential” memberikan saran tentang upaya pengembangan kreativiitas siswa, sebagai berikut:
1. Berikan kesempatan dan waktu yang leluasa kepada setiap siswa untuk mengeksplorasi dan melakukan pekerjaan terbaiknya dan jangan mengintervensi pada saat mereka justru sedang termotivasi dalam menyelesaikan tugas-tugasnya secara produktif.
2. Ciptakan lingkungan kelas yang menarik dan mengasyikkan. Lakukan “unfinished work” sehingga siswa merasa penasaran dan tergoda pemikirannya untuk berusaha melengkapinya pada saat-saat berikutnya. Berikan pula kesempatan kepada setiap siswa untuk melakukan kontemplasi.
3. Sediakan dan sajikan secara melimpah berbagai bahan dan sumber belajar yang menarik dan bermanfaat bagi siswa.
4. Ciptakan iklim kelas yang memungkinkan siswa merasa nyaman jika melakukan suatu kesalahan, mendorong keberanian siswa untuk mengambil resiko menerima kegaduhan dan kekacauan yang tepat di kelas, serta memberikan otonomi yang luas kepada siswanya untuk mengelola belajarnya sesuai dengan minat, karakteristik dan tujuannya
Pembelajaran yang kreatif memang bukanlah pilihan yang gampang, di dalamnya memerlukan waktu yang lebih dan perencanaan yang matang untuk melahirkan dan mengembangkan ide-ide baru. Selain itu, diperlukan pula keyakinan yang kuat untuk melakukan improvisasi dalam pembelajaran, keberanian untuk mencoba dan kesanggupan untuk menanggung berbagai resiko yang tidak diharapkan dalam pembelajaran. Kendati harus dilakukan melalui usaha yang tidak mudah, pembelajaran untuk kreativitas ini diyakini dapat menjadikan pembelajaran jauh lebih menyenangkan dan memberikan efektivitas yang tinggi.
Terkait dengan peran guru dalam pembentukan kreativitas siswa, Robert J Sternberg mengatakan “The most powerful way to develop creativity in your students is to be a role model. Children develop creativity not when you tell them to, but when you show them.” Dalam melaksanakan pembelajaran, guru harus dapat menunjukkan keteladanannya sebagai sosok yang kreatif.
Seorang guru yang kreatif tidak hanya dituntut memiliki keahlian dalam bidang akademik, namun lebih dari itu dituntut pula untuk dapat menguasai berbagai teknik yang dapat menstimulasi rasa keingintahuan sekaligus dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan harga diri (self esteem) setiap siswanya. Guru harus dapat memberikan dorongan pada saat siswa membutuhkannya dan memberikan keyakinan kepada siswanya pada saat dia merasa harga dirinya terancam. Dalam melaksanakan proses pembelajaran, seorang guru harus dapat menjaga keseimbangan antara struktur pembelajaran dengan kesempatan pengembangan diri siswa, antara pengelolaan kelompok (management of groups) dengan perhatian terhadap perbedaan individual siswanya.
Untuk menjadi guru kreatif memang bukan hal yang mudah, terutama bagi guru-guru yang tergolong laggard. Ketika dihadapkan dengan suatu perubahan (inovasi) di sekolah, mereka mungkin cenderung terlambat atau justru hanya berdiam diri menghadapi perubahan yang ada. Jika terus menerus dibiarkan, guru-guru seperti inilah yang sebenarnya dapat merusak pendidikan. Tentunya banyak faktor yang menyebabkan mereka menjadi laggard dan tidak kreatif, baik yang bersumber dari dalam diri guru itu sendiri (internal factors) maupun faktor eksternal. Oleh karena itu, agar guru dapat menjadi kreatif perlu diperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhi dan melatarbelakanginya.
Kepemimpinan di sekolah merupakan salah satu faktor yang tidak bisa dilepaskan dalam mengembangkan kreativitas guru maupun kreativitas sekolah secara keseluruhan. Fred Luthans (1995) mengemukakan bahwa kreativitas merupakan salah satu keterampilan yang harus dikuasai oleh seorang manajer. Dalam hal ini, kepala sekolah dituntut untuk dapat menciptakan budaya dan iklim kreativitas di lingkungan sekolah yang mendorong seluruh warga sekolah untuk mengembangkan berbagai kreativitas dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Kepala sekolah harus dapat memberikan penghargaan kepada sertiap usaha kreatif yang dilakulan oleh anggotanya, terutama usaha kreatif yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam melaksanakan pembelajaran. Kepala sekolah juga dituntut untuk dapat menyediakan sumber-sumber bagi pertumbuhan kreativitas di sekolah.
Selain terdapat guru yang termasuk laggard, tidak sedikit pula guru (dan juga siswa) di sekolah yang sesungguhnya memiliki sikap dan pemikiran kritis dan kreatif, namun karena tidak memperoleh dukungan yang kuat dari sistem sekolah, termasuk dari manajemen sekolah, yang pada akhirnya sikap dan pemikiran kreatifnya tidak dapat berkembang secara wajar. Bahkan, sebaliknya mereka seringkali mengalami tekanan tertentu dari lingkungannya karena dianggap sebagai orang yang “nyeleneh” atau eksentrik.
Berdasarkan uraian di atas, kiranya dapat disimpulkan bahwa siswa yang kreatif dapat dihasilkan melalui guru yang kreatif, dan guru yang kreatif dapat dihasilkan melalui kepala sekolah yang kreatif. Siswa yang kreatif merupakan aset yang sangat berharga bagi kehidupan diri pribadinya maupun orang lain.

Menuju Masyarakat Belajar
Kepemimpinan Perempuan
Diterbitkan 18 Mei 2008 psikologi pendidikan
Tags: artikel, berita, bimbingan dan konseling, KTSP, makalah, opini, pendidikan, psikologi pendidikan, umum
Tulisan lain yang relevan:
Ciri-ciri Orang yang Inovatif >>>klik Disini
Kepemimpinan Transformasional >>>klik Disini
Mithos tentang Kreativitas >>>klik Disini
Sumber:
Fred Luthans. 1995. Organizational Behavior. Singapore: McGraw-Hill International
Wayne Morris.2006. Creativity Its Place In Education: New Plymouth, www.leading-learning.co.nz
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/05/18/kreativitas-di-sekolah/

Sekolah di Indonesia Hambat Kreatifitas Anak

Sekolah di Indonesia Hambat Kreatifitas Anak
19/05/07 14:55

Surabaya (ANTARA News) - Sekolah di Indonesia, terutama Sekolah Dasar (SD), sangat menghambat kreatifitas anak.

"Banyak anak Indonesia yang menjuarai olimpiade, tapi pintar belum tentu kreatif," ujar psikolog pendidikan, Satiningsih S.Psi MSi di Surabaya, Sabtu.

Ia mengemukakan hal itu dalam seminar komite sekolah SD Khadijah Surabaya bertajuk "Menumbuhkan Bakat dan Minat Anak dalam Fondasi Islam."

Menurut dosen Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Surabaya itu, ukuran pintar adalah nilai, sedangkan ukuran kreatif tak dapat dinilai.

"Masalahnya, sekolah di Indonesia menggunakan ukuran nilai, banyak menghafal, dan serba seragam, sehingga kreatifitas anak justru dihambat," tegasnya.

Alumnus S-1 Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu mencontohkan anak yang nilainya hanya 70 atau lebih kecil mungkin saja tidak pintar, tapi mungkin kreatif.

"Orangtua justru bangga dengan anaknya yang memiliki nilai 80, 90, atau 100, tapi kalau nilainya di bawah itu sering dimarahi, padahal sikap kurang benar," ucapnya.

Pegiat LSM yang membantu anak-anak jalanan di Surabaya itu mengaku anak yang dikatakan orangtuanya tidak pintar itu tetap memiliki kemungkinan untuk sukses.

"Anak yang kreatif itu sangat mungkin akan sukses bila bakatnya dikembangkan sejak TK (taman kanak-kanak) atau SD (sekolah dasar)," paparnya.

Alumnus S-2 Universitas Tujuhbelas Agustus 1945 (Untag) Surabaya itu mengimbau para orangtua untuk mendorong kreatifitas anaknya dan bukan justru memarahi.

"Kalau ada anak yang suka menyanyi, menggambar atau mahir membaca Al-Qur`an secara tartil, maka hal itu harus didorong terus oleh orangtua, baik dengan kursus atau bimbingan di rumahnya," tegasnya.(*)

http://www.antara.co.id/arc/2007/5/19/sekolah-di-indonesia-hambat-kreatifitas-anak/